JAKARTA, BALIPOST.com- DPR menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan Perppu disahkan di dalam rapat paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/7).
Melalui payung hukum UU tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memiliki akses secara otomatis untuk mengintip informasi keuangan nasabah atau wajib pajak baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewakili pemerintah menyambut baik keputusan DPR mengesahkan Perppu tersebut menjadi UU. Dia berjanji pemerintah berkomitmen melaksanakan kesepakatan internasional dalam melaksanakan transparansi informasi keuangan sesuai dengan peruntukannya yaitu untuk kepentingan perpajakan.
“Upaya penguatan pengumpulan penerimaan negara dari sektor perpajakan demi pelaksanaan pembangunan nasional yang lebih merata dan berkeadilan. Dengan disahkannya Perppu ini menjadi Undang-Undang memberikan keyakinan di dunia internasional bahwa Indonesia mampu dan telah siap untuk mulai mengimplementasikan Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI) pada bulan September 2018,” kata Sri Mulyani.
Pengesahan Perppu tersebut juga sekaligus menghapus keraguan atas komitmen Indonesia terhadap peningkatan transparansi sektor keuangan untuk kepentingan perpajakan. “Dengan disahkannya Perppu ini menjadi Undang-Undang maka ruang gerak bagi Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran atau penggeseran pajak keluar dari Indonesia dapat diperangi dan diminimalkan,” tegas Sri Mulyani.
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengingatkan Perppu No.1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan harus berkeadilan dan komprehensif yang hanya digunakan untuk kepentingan nasional.
Persetujuan DPR itu, menurut Heri dengan pertimbangan komitmen saling menukar informasi keuangan secara otomatis antar negara-negara anggota peserta Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI) untuk mendukung penerimaan pajak negara.
“Kami berpendapat bahwa undang-undang yang sangat penting tersebut haruslah bersifat berkeadilan, komprehensif yang menampung berbagai hal untuk kepentingan nasional,” kata politisi dari Partai Gerindra ini.
Heri menjelaskan pengesahan Perppu ini akan dilanjutkan dengan mempercepat pembahasan revisi UU No.16/2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam revisi UU teersebut isu krusial yang akan menjadi perdebatan adalah mengenai batasan saldo nasabah atau wajib pajak. Saat ini, batasan yang ditetapkan pemerintah dalam perppu tersebut adalah nasabah yang memiliki saldo minimal Rp 1 miliar.
Sementara, menurut Heri, apabila mengacu pada Common Reporting Standard yang dikeluarkan oleh Organization for Economic and Cooperation Developmen (OECD) yang beranggotakan 35 negara batasan saldonya adalah 250.000 dollar Amerika Serikat atau setara Rp3,3 miliar (kurs Rp13.300).(hardianto/balipost)