Rekanan lokal di Buleleng menuntut syarat tender dipermudah. (BP/mud)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Sejumlah pengusaha konstruksi di Buleleng mengeluhkan persyaratan tender. Pasalnya dari sekian banyak tender proyek infrastruktur fisik maupun belanja jasa pemerintah, rekanan lokal kalah bersaing dengan perusahaan luar daerah.

Di tengah situasi ini, pengusaha konstruksi di Bali Utara protes dan menuntut agar pemerintah daerah mempermudah syarat untuk ikut tender. Aspirasi ini disampaikan saat perwakilan perusahaan menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II dengan Badan Layanan Pengadaan (BLP) Barang dan Jasa Pemkab Buleleng di ruang gabungan komisi DPRD, Kamis (27/7).

RDP dipimpin Ketua Komisi II Putu Mangku Budiasa bersama anggotanya. Sementara ekekutif dihadiri Kepala BLP Made Budi Setiawan, Inspektorat Daerah Ketut Yasa dan Ketua Gabungan Pengusaha Jasa Konstruksi Indonesia (Gapensi) Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi bersama beberapa anggotanya, seperti Ketut Yasa dan Ketut Budi Adnyana.

Baca juga:  Bangli Target 1 Juta Wisatawan, Hingga Akhir Juli Realisasi Kurang dari 50 Persen

Ketua Gapensi Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi mengatakan, persaingan tender yang begitu ketat dialami oleh anggotanya sejak beberapa tahun terakhir. Sejak kebijakan tender menggunakan sistem online, anggotanya mulai tersisih dari rekanan luar daerah. Satu persoalan yang dinilai merugikan rekanan lokal adalah BLP terkesan mewajibkan syarat ikut tender yang sudah diatur sedemikian rupa. Celakanya lagi, persyaratan itu dinilai terlalu mengada-ada agar rekanan lokal kalah bersaing dengan rekanan luar daerah.

Wandira mencontohkan, salah satu syarat yang terkesan mengada-ada itu ketika ada proyek pembangunan gedung yang akan dilelang, BLP mewajibkan ada surat keterangan ahli (SKA) dan Surat Keterangan Terampil (SKT). Selain itu, dalam satu paket proyek kembali diminta melampirkan syarat lain dan yang tidak mungkin dilengkapi dalam waktu singkat.

Baca juga:  Perang Berlanjut, Ekonomi Bali Bisa "Chaos"

“Masalah ini sudah lama mencuat namun kami bertahan. Kami curiga adanya kesan permainan dalam syarat ikut tender yang sengaja dikemas sedemikian rupa agar pengusaha lokal tidak bisa ikut tender. Sehingga dari data yang kami pegang atau proyek besar yang lolos tender paling banyak empat rekanan dan itu perusahaan luar semua dan dari beberapa proyek perusahaan yang sama saja sebagai pemenangnya,” katanya.

Atas kondisi ini, Wandira menuntut ketegasan BLP sebagai lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah melaksanakan tender proyek di Bali Utara. Ketegasan yang dimaksudkan adalah mempermudah persyaratan tanpa melanggar regulasi yang sudah ada.

Selain itu, jika komitmen “membela” rekanan lokal, dirinya optimis efisiensi tender akan bisa digenjot dari yang sudah dicapai sekarang karena semakin banyak rekanan yang bisa ikut tender. Penawaran akan semakin banyak, sehingga otomatis penawaran terendah akan diambil dan penghematan tender akan meningkat juga. “Ini yang ingin kita sampaikan bagaimana ada perepsi agar yarat ikut tender itu dipermudah dalam artian tidak melanggar regulasi secara umum. Kami juga minta pengumuman syarat lelang disosialiasikan lebih awal,” katanya.

Baca juga:  Mulai Digarap, Tiga Gedung di RSD Mangusada

Sementara itu Kepala BLP Buleleng Made Budi Setiawan mengatakan, tuntutan agar mempermudah syarat itu bisa saja dilakukan sepanjang tidak menyalahi regulasi yang ada. Terkait persyaratan yang tidak bisa dipenuhi rekanan lokal itu bukan sengaja dilakukan untuk menjatuhkan rekanan lokal. “Kalau dibilang memberatkan untuk menjatuhkan rekanan lokal itu tidak ada. Kami tetap mengacu regulasi pusat dan beberapa syarat dianggap memberatkan itu karena menyesuaikan dengan paket proyeknya,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *