YOGYAKARTA, BALIPOST.com – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bekerjasama dengan Ikatan Keluarga Akademi Militer Yogyakarta (IKAM-Yogya) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Promosi 10 Destinasi Prioritas dengan event perjalanan insentif di Provinsi Jawa Tengah yang akan dilaksanakan Sabtu (29/7).
FGD ini sendiri memiliki rangkaian kegiatan lainnya seperti Napak Tilas di beberapa titik, yaitu Benteng Vreidenberg, SMA BOPKRI 1 Yogyakarta, SMPN 2 Kalasan, Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki dan dilanjutkan ke Akademi Militer Magelang, serta ke Monumen Perjuangan Taruna di Plataran-Kalasan.
Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Esthy Reko Astuti, didampingi Kepala Bidang Promosi Perjalanan Insentif Kemenpar, Hendri Karnoza mengatakan, dalam portofolio produk pariwisata, Budaya (Culture) menempati porsi sebanyak 60% dalam porotofolio produk kepariwisataan di Indonesia.
Di dalam wisata budaya ini sendiri terdapat klasifikasi wisata warisa budaya dan sejarah (heritage and pilgrim tourism) sebanyak 20%, wisata belanja dan kuliner (culinary and shopping tourism) sebanyak 45%, dan wisata kota dan desa (city and village tourism) sebanyak 35%.
Lebih lanjut Esthy menambahkan, dalam kegiatan ini, akan mengutamakan harmonisasi pentahelix dari ABCGM (Academic, Bussiness, Community, Government, dan Media). Akademis berperan dalam memformulasikan perencanaan pengembangan kepariwisataan.
Hendri menambahkan, bisnis memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan kerjasama kepariwisataan. Kemudian, komunitas yang memberi ruang kondusif dengan dukungannya.
Lalu pemerintah, yang oleh Menpar Arief Yahya dijelaskan punya dua kekuatan. “Pertama kekuatan regulasi atau aturan. Kedua kekuatan budgeting atau APBN dan APBD,” jelas Menteri Arief Yahya.
Government yang commited akan mendorong tumbuh dan berkembangnya pariwisata, begitupun sebaliknya. ”Dan yang terakhir adalah media, dengan keterlibatan media memberikan dampak yang luar biasa dan luas dalam mempromosikan potensi pariwisata, ini sangat penting,” ujar Hendri.
Pria asli Padang itu menambahkan, wisata sejarah dan budaya menjadi salah satu jenis wisata minat khusus. Selain sejarah dan budaya, masih ada wisata alam dan ekowisata, olahraga dan rekreasi, SPA, MICE, Cruise, kuliner dan belanja.
“Selain keindahan alam, daya tarik sosial, sejarah maupun budaya menjadi salah satu faktor ketertarikan wisatawan pada sebuah objek wisata. Hal-hal unik dan berbeda selalu ada dalam budaya Indonesia, sehingga wajar tempat-tempat di Indonesia banyak menjadi destinasi wisata karena begitu kayanya Indonesia akan budaya dan sejarahnya,” ujar Hendri.
Sementara itu, salah satu pemerhati sejarah dan juga penggagas acara ini, Indroyono Soesilo, mengatakan bahwa sejarah dan budaya menjadi identitas suatu bangsa. Karena itulah yang membedakan satu negeri dengan negeri lain, antara bangsa Indonesia dengan bangsa lain, sehingga menjadi suatu kewajiban bagi kita untuk memelihara dan melestarikannya.
Pria yang juga ketua Tim Percepatan Wisata Bahari Kemenpar itu menambahkan, melalui kegiatan ini bisa diungkap tentang sejarah cikal bakal Akademi Militer Magelang, yang merupakan kelanjutan dari Akademi Militer Republik Indonesia, dikenal sebagai Akademi Militer Yogyakarta, atau MA-Yogya, yang berdiri pada kurun 1945-1950 di Ibukota Republik Perjuangan.
MA Yogya berkampus di SMA BOPKRI ini. Selama mengikuti Pendidikan Perwira, para taruna juga langsung praktek di Medan Penugasan, diantaranya: Ikut dalam pertempuran menghadapi Inggris di Surabaya, bertempur melawan Belanda di Priangan Utara, mengawal Panglima Besar Jenderal Soedirman saat Perundingan Gencatan Senjata dengan Belanda di Jakarta dan ikut menumpas Pemberontakan PKI-Madiun 1948.
Lebih lanjut Indroyono memaparkan, 197 Perwira Remaja Angkatan I MA Yogya dilantik Presiden Soekarno di Istana Gedung Agung Yogyakarta pada 28 Nopember 1948, dan 21 hari kemudian, pada 19 Desember 1948, Belanda menyerbu Yogyakarta, para Pemimpin Nasional ditawan Belanda dan para Perwira Remaja serta Taruna MA Yogya segera bergerak keluar kota Yogya guna memulai perang gerilya, melaksanakan Perintah Siasat No.1 Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Selama Perang Kemerdekaan II ini, imbuh Indroyono, 29 Alumni dan Taruna MA Yogya gugur di medan bhakti, sebagian ada yg gugur di medan pertempuran Plataran. Sebuah Monumen Perjuangan Taruna telah berdiri di Desa Plataran-Kalasan ini.
Setelah meluluskan 3 Angkatan, Akademi Militer Yogya ditutup pada Tahun 1950, untuk kemudian dibuka kembali oleh Presiden Soekarno pada 11 Nopember 1957 di kompleks Akademi Militer Nasional-Magelang, sebagai Angkatan ke-IV, yang merupakan kelanjutan MA-Yogya.
”Kegiatan FGD dan Napak Tilas ini diharapkan dapat memunculkan destinasi-destinasi wisata sejarah yang baru di wilayah bekas Ibukota Negara di masa perjuangan ini, sekaligus guna melestarikan sejarah perjuangan Bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI. Ini akan menjadi sarana edutaiment bagi generasi muda. Apalagi, saat ini tengah disusun kurikulum pendidikan karakter dan penggalakan Revolusi Mental dalam sistem pendidikan Nasional kita,” beber Indroyono. (kmb/balipost)