MANGUPURA, BALIPOST.com – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRD) di Kabupaten Badung, masih terjadi. Bahkan, dalam periode Januari hingga Juni tahun 2017 saja tercatat 14 kasus KDRT yang dilaporkan di Badung. Sementara pada tahun lalu ada 25 kasus yang dilaporkan.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, Ni Putu Rianingsih, mengatakan berbagai permasalahan dalam keluarga, seperti permasalahan ekonomi, sosial, lingkungan, dan sebagainya menjadi pemicu KDRT. “Karena itu, perlu sosialisasi, edukasi, dan pendampingan guna pencegahan dan penanggulangan KDRT. Namun yang terpenting, kesadaran dari anggota keluarga, terutama orangtua untuk saling memahami dan mengalah, sehingga berbagai permasalahan bisa diselesaikan tanpa harus berujung KDRT,” ujar Putu Rianingsih belum lama ini.
Menurutnya, kasus KDRT sudah ada dari dulu, hanya tidak semua kasus dilaporkan. Sementara, pihaknya hanya menindaklanjuti kasus yang dilaporkan saja. Namun, untuk melakukan pencegahan telah terbentuk kader-kader yang aktif melakukan sosialisasi di tingkat desa dan banjar. “Kalau mereka melapor, ya kami tindaklanjuti. Saat mereka membutuhkan bantuan pendampingan psikologis dan hukum, kami mintakan bantuan ke lembaga yang menangani,” terangnya.
Selain menerjunkan petugas, Putu Rianingsih mengaku membuat jejaring dengan membentuk kader-kader yang telah diberikan pelatihan terlebih dahulu. “Kader-kader ini kami berikan pelatihan. Merekalah yang bergerak untuk memberikan nasihat dan bimbingan kepada keluarga-keluarga yang ada di desa-desa,” ungkapnya.
Ia juga mengaku banyak mendapatkan bantuan dari PKK yang ada di banjar-banjar. Karena itu, pihaknya tetap menjalin mitra kerja dengan organisasi wanita, termasuk TNI dan Polri. “Ke depan, kami berencana membuat P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ) di tingkat desa yang strukturnya melibatkan aparat dan masyarakat desa serta banjar, sehingga kalau ada permasalahan KDRT, diselesaikan dulu di tingkat banjar atau desa, sehingga lebih cepat tertangani. Kalau tidak bisa, baru ke Kabupaten,” jelasnya.
Dia mengimbau untuk menyetop kekerasan terhadap anak dan juga perempuan dengan melakukan pencegahan melalui penyadaran para orang tua. “Kalau yang satu ribut, yang satu sebaiknya diam. Jadi saling mengalah. Kalau semua ribut kan jadi berantem,” pungkasnya. (Parwata/balipost)