Seniman
Nyoman Arjasa Wenten. (BP/may)

 

MANGUPURA, BALIPOST.com – Sejak 35 tahun lebih, Nyoman Arjasa Wenten merantau ke negeri Paman Sam. Ia merantau untuk membawa kesenian Bali menjadi mendunia. Kata seorang tokoh Bali, Bali adalah milik dunia. Hal itulah yang membuatnya mantap berkiprah di Amerika Serikat.

Bukan keinginannya untuk berkiprah di luar negeri. Namum arus kehidupan membuatnya terbawa kesana. Ia hanyalah seorang putra seniman Bali. Kakeknya seorang Dalang bernama Pekak Dalang Sading membentuk calonarang di Pura Dalem Kediri di Sading dan ayahnya seorang tukang ukir. Melihat Wenten yang senang menari dan menabuh sejak kecil, kakek pun mengajarinya. Ia diperkenalkan dengan guru-guru penari ternama.

Suatu ketika kakek mengajaknya ke Pura Dalem Kediri. Disana ia diajak pentas menari. Padahal ia sama sekali belum latihan. Namun ia dipaksa memakai pakaian taris baris dan dirias. Seketika ia bisa menari dengan lincah. Wenten yang beranjak remaja melanjutkan SMA di Kokar. Saat itu Kokar berlokasi di Jalan Ratna, Denpasar. Seni karawitan ia tekuni hingga membawanya keliling dunia. Guru-guru yang pernah mengajarinya menari yaitu Beratha Armawa, Raka Bongkasa, Oka Sading, Nyoman Kakul, Raka Saba, Wayan Rendi, Agung Breset, I Gusti Nyoman Panji, dll.

Baca juga:  Efektif Mulai 7 Januari 2022, Ini Lima Penyesuaian Aturan PPLN

Dalam misi kesenian Kepresidenan Ir. Soekarno, ia terpilih menari keliling dunia untuk poros Asia. Ia dikirim ke Cina, Korea Utara, Thailad, Kamboja, Jepang dalam rangka pertukaran budaya dan mengenalkan Indonesia di mata dunia. Dari sejak SMA, dengan berbekalkan piawai menari dan menabuh, Wenten bisa berkeliling dunia. Pikirannya terbuka akan budaya dan kesenian Indonesia. Hingga ia memilih ASTI Jogjakarta untuk tempat melanjutkan studi.

Dalam perjalanannya belajar di ASTI, Wenten mengajar tari Bali di luar negeri. Ia mengajar di CallArts, California. Ia juga sempat mengajar selama 8 minggu di San Fransisco. Ia juga menghimpun kelompok mahasiswa tersebut pentas dan belajar lagi di Bali. Mahasiswa tersebut tinggal di Ubud di rumah Walter Spies, pelukis dari Jerman.

Baca juga:  19 Mei, Kembali Digelar Gerakan Bali Resik Sampah Plastik Serentak

Pada waktu itu seorang Mpu Karawitan yang tak lain adalah mertuanya yaitu Pak Cokro bersama-sama dengannya mengajar menari di Ubud. Kesuksesannya mengajar di Ubud itulah ia kembali diundang mengajar di Amerika. Prof. Dr. Robert Brown, tokoh di Amerika yang cinta Indonesia memilih orang-orang yang akan mengajar seni karawitan Bali di Amerika. “Saya ditawari lagi untuk mengajar. Saya waktu itu masih sedang study di Jogjakarta. Saya bilang, kalau saya datang lagi untuk belajar, saya mau,” tuturnya.

Akhirnya ia mendapat beasiswa untuk belajar sekaligus mengajar di CalArts. CalArts merupakan sekolah milik Disney Land.

Kepopulerannya mulai terdengar di Amerika. Pementasan-pementasan yang dilakukan selalu ramai ditonton oleh warga Amerika termasuk tokoh-tokoh besar Amerika. Begitu juga kelas-kelas mengajarnya sangat populer disana. Bahkan mahasiswa yang tertarik jumlahnya mencapai ratusan, padahal kuota mahasiswa yang bisa mengikuti kelas Karawitan Bali hanya 27 orang.

Sesekali waktu ia pulang ke Bali untuk berkiprah kesenian di Bali bersama teman seangkatannya. Setamat dari S2 ia kembali ke Indonesia. Ia disarankan oleh IB Mantra, mantan Gubernur Bali untuk bekerja di Indonesia. Namun ia dipanggil lagi untuk mengajar di Amerika. Ia pun kembali mengajar di Amerika. Tak cukup sampai di sana, ia melanjutkan kuliah S3 di UCLA, Amerika dengan beasiswa. Gelar profesor pun didapatnya dari UCLA, Hingga kini di usianya ke-72, ia masih aktif mengajar dan berkesenian di Amerika. Ia menikah dengan Nanik, anak dari Pak Cokro.

Baca juga:  Makin Banyak Ditemukan Kasusnya, Inggris Sebut Subvarian Delta Kemungkinan Lebih Menular

Darah seni dari kakek dua anak itu juga mengalir pada anak-anaknya. Meskipun anaknya tidak berprofesi sebagai seniman, namun sesekali Executive Producer Beats of Paradise Zane Thomas mulai tertarik dengan Nyoman Wenten saat bertemu dalam suatu project di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Amerika. Ia melihat Wenten menabuh. Director of Photography Jeff Caroli melihat pribadi Wenten humble, peduli, dan rendah diri.(citta maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *