VAR
Ilustrasi. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Program vaksin Japanese Encephalitis (JE) yang rencananya akan dilakukan September 2017 terancam mundur dilakukan. Hal itu lantaran vaksin JE sedang dalam proses pengadaan di produsen vaksin. Demikian disampaikan Kasi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. I Gusti Ayu Raka Susanti, M.Kes., Senin (31/7).

Padahal Provinsi Bali sebagai pilot project program vaksin JE telah mempersiapkan diri sebelumnya. Tahap awal Dinas Kesehatan Provinsi Bali telah memberikan informasi ke kabupaten/kota dan puskesmas, telah melakukan sosialisasi bahkan meminta puskesmas membuat mikro planing seperti mendata sasaran, penyiapan SDM dan mendata logistik yang dibutuhkan. Dinkes Bali juga sudah melakukan sosialisasi ke tokoh agama, lintas sektor, lintas program, dan sosialisasi ke media.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Bali Masih Tambah 3 Digit, Korban Jiwa Tetap Dilaporkan

Provinsi Bali juga sudah diundang untuk menyusun juknis dan buku saku yang akan diberikan pada orang tua dan guru. “Setelah berjalannya waktu, ternyata vaksinnya masih menunggu ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Setelah kami tanya ke pusat ternyata sedang proses pengadaan vaksin di pusat,” ungkapnya.
Pihaknya berharap dalam waktu 3 minggu proses ijin edar dan pengadaan vaksin segera selesai. Namun jika tidak, program vaksin baru ini kemungkinan dilakukan Januari 2018.

Baca juga:  Seribu Penari Siap Goyang Festival Nusa Penida 2017

Di Provinsi Bali ada sekitar 900.000 anak berusia 9 bulan sampai 15 tahun yang mendapat vaksin ini. Bali sebagai pilot project lantaran kasus JE di Bali cukup tinggi. Tahun 2016, terdapat 17 kasus positif JE. Tahun 2015 terdapat 22 positif JE dari 208 kasus dan tahun 2014 data dari bulan Juni terdapat 6 positif JE dari 55 kasus. Sedangkan Januari hingga Mei terdapat 117 kasus, namun belum terkonfirmasi positif.

Baca juga:  Investasi di Nusa Penida Diarahkan ke Kawasan Timur

Dokter Spesialis Anak, Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis RSUP Sanglah, dr. I Wayan Gustawan, M.Sc., Sp.A., mengatakan, Bali dan Manado sebagai pilot project karena pola hidup dan konsumsi olahan babi hampir sama. Pemberian vaksin dikatakan pasti memiliki efek samping, namun ada efek samping yang ringan dan ada yang berat.

Efek samping yamg ringan misalnya bengkak di tempat suntikan dan demam ringan. “Risiko selalu ada, tapi kejadiannya sangat kecil,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *