PURA Luhur Pucak Petali berlokasi di Desa Pekraman Jatiluwih, Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan. Pura ini dipercaya sebagai tempat untuk memohon keadilan atau tuntunan untuk bisa berbuat adil bagi umat Hindu serta untuk memohon kesejahteraan. Piodalan Pura Khayangan Jagat ini jatuh pada Buda Kliwon Ugu dan biasanya akan nyejer kurang lebih selama tiga hari yaitu hingga hari Sabtu.
Karena tempat memohon keadilan, biasanya menjelang ajang Pilkada atau Pileg maka Pura ini akan ramai didatangi oleh para Caleg maupun Calon Pimpinan Daerah yang ada di wilayah Bali. Jero Mangku Pura Luhur Pucak Petali, I Wayan Mundra menerangkan bahwa nama Pura Luhur Pucak Petali berasal dari kata ‘Butali’ yang artinya Bumi dan Tali sehingga jika digabungkan berarti pengikat jagat atau pengerajeg jagat, namun sayang hingga saat ini belum ditemukan babad atau purana yang menjelaskan mengenai keberadaan Pura ini.
Pura Luhur Pucak Petali masuk situs bersejarah berupa Punden Berundak
karena dulunya kawasan ini merupakan gundukan batu. Memasuki pura ini kita akan disambut dengan areal Penataran Bale Agung yang terdiri dari Pelinggih Pokok, Bale Pegat, Bale Kulkul, Bale Gong Empat, Bale Dawa Linggih Tapakan Ida Betara dan Jineng. Setelah itu maka kita selanjutnya memasuki areal Pelinggih Ratu Nyoman dan Ratu Wayan yang terdiri dari Piasan Madu Kekalih, Apit Lawang, Pelinggih Gedong, Pelinggih Madya (Pelinggih Ratu Nyoman dan Ratu Wayan), Gedong Pengabih yang ada dikedua sisi Pelinggih Madya, Piasan Pokok Ratu Nyoman dan Ratu Wayan, Bale Pesamuan dan Bale Panitia.
“Jadi sebelum kita menghaturkan persembahyangan di areal Utama Mandala maka terlebih dahulu harus memohon ijin di hadapan Pelinggih Ida Ratu Nyoman dan Ratu Wayan,” lanjutnya.
Memasuki Utama Mandala kita akan menemui Bale Linggih disebelah timur, kemudian Meru Pesimpangan Tamblingan, Gedong Krinan, Gedong Simpen, Pelinggih Pokok (Pelinggih Utama), Pesimpangan Taksu Agung, Piasan Alit, Bale Pesamuan, Piasan Ageng, lalu di belakang Pelinggih Utama juga terdapat sebuah Beji Pengit dan Pelinggih Bambang serta Pesraman Puri dan Mangku, Dapur Suci dan bangunan lainnya di sisi sebelah barat Pura.
Pura ini sempat menjalani renovasi yaitu pada tahun 1970 an dan tahun 1997. Pada renovasi ke dua ini hampir semua pelinggih yang terbuat dari kayu diganti. ‘’Karena pelinggih yang dari kayu rusak jadi pada renovasi tahap dua tahun 1997 semuanya diganti,’’ ujar Mangku Mundra. (wira sanjiwani/balipost)