DENPASAR, BALIPOST.com- Gugatan yang dilayangkan Desa Adat Semate yang diwakili Bandesa Adat, I Gede Suryadi, didampingi kuasa hukumnya I Ketut Suwindra dkk., atas tanah ayahan desa atau tanah pekarangan desa (PKD) membuahkan hasil. Majelis hakim pimpinan Ni Made Purnami dengan hakim anggota Gde Ginarsa dan Ketut Suarta, dalam sidang di PN Denpasar, Rabu (2/8) mengabulkan sebagian gugatan desa adat Semate.
Sebelumnya, desa adat menggugat Andreas Wayan Wenes, Fransiskus I Nyoman Mertawan dan Anthonius I Made Restika. Mereka didampingi kuasa hukumnya Nyoman Putra dkk.
Dalam sidang dengan agenda putusan, majelis hakim juga menguraikan gugatan penggugat. Yakni, tergugat dituding atau patut diduga melakukan perbuatan melawan hukum, yakni diduga menguasai tanah PKD. Ini diawali dari dibentuknya panitia untuk melakukan pendataan tanah ayahan desa, dan untuk mengembalikkan pihak-pihak yang menggunakan tanah ayahan desa.
Saat pendataan itu, tergugat I Andreas Wayan meletakkan bahan bangunan di salah satu tanah PKD, yang dulunya dikuasai Nyarikan (almarhum). Pihak desa adat kemudian melakukan sosialisasi namun tergugat Andreas mengklaim itu tanah miliknya. Atas klaim itu, pihak desa adat mengecek ke Dinas Pendapatan Badung. Dari sana diperoleh informasi bahwa daftar blok ringkas PKD yang menjadi obyek sengketa adalah tanah PKD Banjar Adat Semate dan NJOP tercatat atas nama Andreas I Wayan.
Atas adanya data itu, pihak adat bermaksud mengadakan persembahyangan bersama. Namun pihak adat mengaku dihalangi karena tanah itu diklaim milik tergugat. Atas “perdebatan” itu, desa adat memilih mengajukan gugatan atas tanah seluas 659 M2 ke pengadilan.
Dalam gugatannya, ada tiga orang yang digugat. Mereka adalah Andreas Wayan Wenes, Fransiskus I Nyoman Mertawan dan Anthonius I Made Restika. Di samping itu, tergugat juga digugat atas kerugian materiil Rp 200 juta dan imateriil Rp 5 miliar.
Dalam amar putusannya, majelis hakim membeberkan fakta hasil persidangan. Di antaranya bukti surat, keterangan saksi, ahli di bawah sumpah dan dilakukan pemeriksaan di tempat (obyek sengketa). Hakim dalam kesimpulannya menolak eksepsi tergugat karena masuk perkara pokok. Yakni yang menjadi pokok perkara adalah tanah ayahan desa. Begitu juga bukti Dispenda Badung bahwa tanah itu sah milik pekarangan desa (PKD). Sehingga hakim memutuskan tanah itu harus dikembalikan ke desat adat. Dan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum.
Walau sebagian dikabulkan hakim, namun sebagian juga ditolak. Yakni soal kerugian tidak dikabulkan karena tidak dirinci secara jelas kerugianya materiil dan imateriil. Sehingga majelis hakim menolak. Atas putusan itu, baik penggugat maupun tergugat diberikan hak untuk menerima putusan itu, atau melakukan upaya hukum banding. (miasa/balipost)