NEGARA, BALIPOST.com – Adanya rencana pembangunan Tower utama Jawa-Bali Crossing setinggi 375 meter di dekat Pura Segara Rupek, Taman Nasional Bali Barat (TNBB) menuai respon dari umat Hindu di Kabupaten Jembrana. PHDI Jembrana bersama lembaga dan organisasi Hindu di Jembrana, mengambil sikap untuk menolak pembangunan yang dinilai melanggar kesucian Pura tersebut.
Jembrana yang nantinya akan dilalui SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) itu merespon dalam paruman madya PHDI Jembrana Rabu (2/8). Majelis Madya Desa Pekraman (MMDP) Jembrana, I Nengah Subagia, menegaskan ketika bhisama kawasan kesucian pura dilanggar, maka pihaknya menolak dengan tegas. Pihaknya sejalan dengan sikap yang ditelurkan komponen Hindu di Kabupaten Buleleng sebelumnya. Kendatipun lokasi pembangunan tower itu dekat Pura Segara Rupek yang notabene berada di wilayah Kabupaten Buleleng, namun hal tersebut juga sangat mengusik umat Hindu di Jembrana apabila Bhisama dilanggar. Penolakan ini juga disepakati para Bendesa yang hadir dalam paruman tersebut.
Sikap yang sama diungkapkan perwakilan dari Forum Komunikasi Remaja Hindu (FKRH) Jembrana, Putu Agus M. Selaku generasi muda Hindu di Jembrana tetap menjaga bhisama. Tetapi di satu sisi, sebagai program percepatan pembangunan dari pemerintah pusat, kebutuhan listrik di Bali juga sangat perlu untuk beberapa tahun ke depan. Harus ada solusi untuk mengatasi kekurangan listrik ini ke depan dengan tetap mengabaikan konsep Tri Hita Karana.
“Secara tegas kami menolak ketika itu melanggar Bhisama Kesucian Pura. Tetapi sejak sekarang kita harus berfikir ke depan untuk memenuhi kelistrikan di Bali.,” tandasnya.
Ketua PHDI Jembrana, I Komang Arsana, mengatakan dari masukan dan pertimbangan seluruh komponen Hindu yang hadir dalam Pesamuan kemarin, sikap PHDI Jembrana menolak pembangunan Jawa-Bali Crossing di Pura Segara Rupek. Dikhawatirkan keamanan dan kenyamanan umat dalam melakukan persembahyangan terganggu. “Kita memberikan dukungan kepada masyarakat Buleleng. Tetapi memang Buleleng yang tahu persis kondisinya. Kami menolak, dan memberikan dukungan kepada Buleleng untuk menolak,” ujar Arsana.
Sikap dan masukan ini nantinya akan disampaikan secara tertulis ke PHDI Provinsi. Sebelumnya sejumlah Lembaga Hindu di Kabupaten Buleleng menolak pembangunan tower utama SUTET Jawa-Bali Crossing tersebut.
Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana berdasarkan bhisama PHDI radius kesucian pura pada tanggal 24 Januari 1994. Bhisama ini merupakan batasan-batasan agar pura tidak tercemar kesuciannya. Tempat suci dan kawasan suci, gunung, laut, pantai danau, campuhan dan sebagainya diyakini memiliki nilai-nilai kesucian.
Tempat suci itu memiliki radius kesucian yang disebut daerah kekeran dengan ukuran apeneleng, apenimpug dan apenyengker. Untuk Pura Sad Khayangan apeneleng agung minimal 5 kilometer dari Pura, untuk Dangkhayangan dipakai ukuran apeneleng alit minimal 2 kilometer dari tembok penyeker pura dan untuk khayangan tiga dipakai ukuran apenimpug atau apenyengker.
Adanya sikap dari lembaga Hindu di Jembrana karena wilayahnya merasa dilalui merupakan sikap yang cerdas. “Kami dari Parisada Provinsi menyerap melalui pesamuan ini, bagaimana masukan kabupaten terkait penerapan kesucian Pura. Hasil ini nantinya dituangkan dalam keputusan,” ujarnya.
Dari masukan, Bali diharapkan tidak kekurangan listrik dengan konsep ramah lingkungan dan program provinsi Bali, Mandiri Energi untuk Bali. (surya dharma/balipost)