Padi
Padi Hitam yang siap panen ditanam di daerah Jatiluwih Penebel Tabanan. (BP/san)
TABANAN, BALIPOST.com – Selain padi putih dan padi merah, ternyata di Tabanan juga dikembangkan varietas padi hitam. Tanaman yang bulirnya berwarna ungu pekat mendekati hitam ini sempat dikembangkan di Wangaya Betan Desa Mengesta Penebel. Harga jualnya pun cukup tinggi baik dalam bentuk gabah maupun sudah disosoh. Sayangnya, karena terbentur permasalahan pasar, tidak banyak petani yang mengembangkan varietas ini.

Kepala Bidang Pengembangan Produksi   Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Tabanan, Wayan Suandra, Jumat (4/8) mengatakan padi hitam atau beras hitam sempat dikembangkan di daerah Wangaya Betan namun untuk tahun ini tidak ada laporan penanaman padi hitam kembali.

Menurutnya, kurang minatnya petani di Tabanan mengembangkan padi ini karena beras hitam yang dihasilkan pasarnya tidak pasti dan peminatnya hanya orang-orang tertentu. Karena pasar yang tidak pasti ini membuat padi  hitam tidak menjadi favorit bagi petani di Tabanan untuk dikembangkan. Padahal dari segi harga, untuk penjualan gabah berat kering saja mencapai Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per kilo. Karena potensi jualnya cukup tinggi, kata Suandra pihak Dinas Pertanian Tabanan berencana mendorong petani di Tabanan untuk mengembangkan varietas ini diiringi dengan kepastian pasar.

Baca juga:  Pedagang Pasar Baturiti di Rapid Tes Antigen

Meski tidak lagi ada kabar dikembangkan di banjar Wangaya Betan Desa Mengesta Tabanan, ternyata padi  hitam ini tetap dikembangkan petani di Banjar Gunung Sari Desa Jatiluwih Penebel. Petani tersebut adalah Wayan Semarajaya (46) yang sudah mencoba menanam padi hitam di lahan miliknya. ‘’Tahun ini adalah kali ke dua saya menanam padi hitam. Saya tanam di luasan satu hektar,’’ ujarnya.

Pertamakali Semarajaya menanam padi hitam pada periode tanam 2016 lalu. Dari luasan kurang lebih  500 are ia menghasilkan 3 ton beras hitam.  ‘’Kalau dihitung-hitung hasil panen kemarin adalah 70 kilo per are. Jadi dapatnya kurang lebih tiga ton,’’ ujarnya.

Baca juga:  Kasus Harian Masih 2 Digit, Korban Jiwa COVID-19 Bali Kembali Bertambah

Petani berusia 46 tahun ini berani menanam padi hitam karena sudah punya pasar atau jaringan. Dimana beras hitam hasil produksinya ini sudah dikirim ke Ubud Gianyar bahkan Jakarta. Tiga ton beras hitam yang dihasilkan ternyata belum memenuhi permintaan pasar tersebut sehingga pada musim tanam kali ini, Semarajaya menambah luasan tanam menjadi satu hektar.

Ia mengaku harga jual beras hitam cukup tinggi dibandingkan beras putih. Untuk gabah kering ditingkat petani saat ini dihargai Rp 7000 pe rkilo. Untuk yang sudah digiling menjadi Rp 25 ribu per kilo di tingkat petani. Bahkan Jakarta beras in dijual Rp 80.000 per kilonya.

Meski harga jualnya menjanjikan, diakui Semarajaya tidak banyak petani di Tabanan mau mengembangkan padi  ini karena pasarnya tidak pasti dan harus memiliki jaringan dari awal.  Menurutnya beras hitam memang belum diketahui masyarakat umum. Pembeliannya pun dilakukan orang-orang tertentu dan biasanya dikonsumsi untuk obat. ‘’Katanya ada khasiat obat kalau mengkonsumsi beras ini. Jadi pasarnya memang masih dikalangan tertentu,’’ papar Semarajaya.

Baca juga:  Pandemi Menggeser Minat Masyarakat Dari “Specialty” ke “Commercial Grade” Kopi

Kedepan, Semarajaya hendak menguatkan jaringan penjualan yang ia miliki sehingga bisa menampung produksi beras hitam dari petani lain yang hendak mengembangkannya.  Mengenai perbedaan tanaman padi hitam dengan lainnya  kata Semarajaya selain warnanya,umur tanam padi hitam lebih lama dibandingkan padi jenis lainnya. Padi hitam membutuhkan waktu 120—140 hari. Adapun masa tanam padi putih hanya 90 hari. Selain itu, bulir-bulir pada padi hitam lebih sedikit jumlahnya ketimbang padi putih. (wira sanjiwani/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *