TABANAN, BALIPOST.com – Rencana pembangunan tower saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) dikawasan hutan Segara Rupek, Kecamatan Gerokgak, Buleleng memancing reaksi dari berbagai tokoh di Tabanan. Bahkan proyek tower Bali crossing tersebut mendapat penolakan tegas di kabupaten yang dikenal dengan daerah lumbung beras Bali tersebut.
Penolakan tegas tersebut terungkap dalam Paruman Madya Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Tabanan, Sabtu (5/8). Hadir dalam paruman tersebut Ketua PHDI Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., staf ahli Pemkab Tabanan mewakili Bupati Tabanan, Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Tabanan, Ketua WHDI Tabanan, beberapa sulinggih dan Pinandita Samgraha Nusantara (PSN) dan berbagai unsur lainnya.
Ketua PHDI Tabanan Drs. I Wayan Tontra, MM., mengatakan, paruman madya tahun ini membahas dua materi pokok, yakni tentang ngaben ngelanus dan kesucian pura. Khusus pembahasan tetang kesucian pura ini sebagai bentuk sikap terhadap rencana pembangunan tower SUTET dikawasan hutan Segara Rupek, Gerokgak, Buleleng. Para peserta paruman madya ini dengan tegas menolak proyek tower Bali crossing di Segara Rupek tersebut, ungkapnya.
Tontra menjelaskan, sikap penolakan terhadap proyek tower Bali crossing tersebut bukan menandakan PHDI dan umat Hindu di Tabanan anti terhadap proyek kelistrikan di Bali namun bagaimana agar ramah lingkungan. Ini dikarenakan Bali memiliki nuansa berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia. “PHDI dan umat Hindu di Tabanan tidak menolak proyek pembangkit listrik di Bali, namun menolak proyek kelistrikan yang dapat menodai kawasan suci, radiasinya berdampak negatif bagi kesehatan manusia, termasuk juga mengganggu keindahan disekitar proyek tersebut,” tegasnya.
Terhadap penolakan proyek tower Bali crossing di Segara Rupek yang datang dari berbagai tokoh Tabanan tersebut, Ketua PHDI Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., menyebutkan sudah tepat. Mengacu pada bhisama PHDI terkait dengan radius kesucian pura disebutkan adanya batasan-batasan terhadap suatu proyek dari suatu kawasan suci yang salah satunya disebut dengan apaneleng alit yang batas jaraknya sekitar dua kilometer. Batas kawasan suci Segara Rupek dengan tower listrik yang akan dibangun, termasuk dalam apaneleng alit tersebut. “PHDI Bali menampung sikap PHDI dan para tokoh di Tabanan terkait penolakan terhadap proyek tower Bali crossing tersebut,” ujarnya.
Sementara itu tentang ngaben ngelanus, Ketua PHDI Tabanan, Tontra mengatakan sebenarnya sudah dikenal sejak lama dan sering dilakukan oleh sebagian besar umat Hindu di Tabanan. Tetapi, ia mengakui memang ada sejumlah desa pakraman dan disebagian umat masih belum memahami benar dari proses ngaben ngelanus tersebut. Hal ini terlihat dari adanya pandangan ngaben ngelanus yang memakan waktu yang jauh lebih singkat dari prosesi ngaben biasa dianggap keluarga duka tetap sebel atau cuntaka dan melarang keluarga duka untuk nangkilan ke tri khayangan.
Sebelumnya, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti dalam sambutan yang dibacakan staf ahli I Ketut Subrata Suyasa, SE., mengharapkan agar paruman madya ini mampu menuangkan pokok-pokok pikiran dan keputusan yang kemudian dijadikan acuan bagi PHDI Bali dalam melahirkan sebuah rekomendasi penting bagi Bali. Termasuk pula harapan Bupati Tabanan agar paruman madya ini mampu menghasilkan keputusan terkait pelaksanaan ngaben ngelanus yang sesuai dengan dresta di Tabanan.
Sementara terkait proyek tower Bali crossing, adalah sebuah rencana PLN untuk membangun tower yang akan berfungsi untuk memasok listrik dari Jawa ke Bali melalui hutan lindung Segara Rupek. Proyek yang telah menjadi kebijakan energi listrik oleh pemerintah pusat ini sudah melalui persiapan dan sudah dilakukan uji kepadatan tanah serta penetapan koordinat tower SUTET yang akan dibangun. Hanya saja kepastian mulainya digarap proyek tersebut belum jelas. Satu tower SUTET ini akan dibangun dengan ketinggian yang mencapai 376 meter dengan kapasitas pasokan listrik sebesar 500 kilovolt. (puspawati/balipost)