BANGLI, BALIPOST.com – Permintaan pasar terhadap jamur tiram putih selama ini lumayan tinggi. Permintaan tak hanya banyak datang dari masyarakat umum, tapi juga dari suplayer untuk hotel dan restoran. Saking tingginya permintaan, petani jamur tiram di Bangli pun sampai kewalahan untuk memenuhinya.
Kadek Saputra, petani jamur tiram di Banjar Dukuh Desa Bunutin Bangli, Minggu (6/8) mengakui bahwa permintaan jamur tiram di pasaran selama ini sangat tinggi. Dalam sehari permintaan jamur tiram putih yang datang kepadanya mencapai 50 kilogram. Permintaan diakuinya banyak datang dari suplayer sayuran untuk hotel dan restoran yang ada di Denpasar.
Sayangnya dari permintaan pasar itu, dirinya selama ini hanya bisa memenuhi sekitar 10-30 kilogram per hari. “Dari 5000 baglog, per hari jamur tiram yang bisa saya produksi sekitar 30 kilogram,” ujarnya.
Saputra mengatakan per satu kilogramnya, jamur tiram produksinya dijualnya dengan harga Rp 18-20 ribu. Tidak seperti harga komoditi pertanian pada umumnya, harga jamur tiram selama ini diakuinya cukup stabil.
Selain menjual jamur tiram, petani yang juga guru Bahasa jepang di SMAN 1 Susut itu juga menjual bibit jamur tiram dalam kemasan baglog. Adapun bahan yang digunakan untuk membuat bibit jamur tiram yakni berupa dedak, serbuk gergaji, bubuk kapur murni yang dicampur air 45 persen. Dalam seminggu bibit jamur tiram yang bisa dijualnya mencapai 1.000 baglog.
Sama seperti permintaan jamur tiram segar, permintaan bibit jamur tiram juga diakuinya lumayan tinggi. Dirinyapun mengaku cukup kewalahan untuk memenuhi permintaan bibit yang datang dari sejumlah daerah di luar Bangli, seperti Klungkung, Denpasar dan Buleleng.
Sementara itu mengenai harga, per satu baglog ukuran berat 1,5 kilogam, bibit jamur tiram putih dijualnya dengan harga Rp 3.200. Sementara yang berukuran 1,2 kilogram dijual dengan harga Rp 3.000. “Selain bibit jamur, baglog bekas yang sudah tidak bisa memproduksi jamur juga banyak yang nyari. Biasanya baglog bekas dipakai untuk media budidaya cacing dan ada juga yang memakainnya untuk pupuk. Kalau dijual harganya Rp 8 ribu per kampil,” kata Saputra. (eka prananda/balipost)