JAKARTA, BALIPOST.com – BRI mencatat laba bersih sebesar Rp 13,4 triliun pada semester I 2017 atau tumbuh 10,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 12,1 triliun. Kenaikan laba bersih didorong beberapa faktor. Salah satunya adalah pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh di atas dua digit. “Selain itu, terdapat peningkatan fee based income,” kata Dirut BRI Suprajarto dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu (6/8).
Hingga akhir Juni 2017, BRI telah menyalurkan kredit senilai Rp 687,9 triliun. Jumlahnya naik 11,8 persen dibandingkan dengan penyaluran kredit pada akhir Juni 2016 sebesar Rp 615,5 triliun.
Suprajarto mengatakan sebagian besar kredit BRI disalurkan segmen UMKM. Totalnya mencapai 74,4 persen atau senilai Rp 490 triliun. Segmen UMKM akan menjadi fokus bisnis BRI ke depan, salah satunya melalui akses pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun kredit komersial.
Kenaikan penyaluran kredit tersebut mampu meningkatkan pendapat bunga bersih (NII) sebesar 12,4 persen menjadi Rp 36,3 triliun. Sementara NPL BRI turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. NPL gross semester I 2017 sebesar 2,34 persen. Tahun lalu, jumlahnya sebesar 2,39 persen.
Suprajanto mengatakan, BRI juga meningkatkan NPL coverage menjadi 196,4 persen. Persentasenya meningkat dibanding NPL coverage periode yang sama pada tahun lalu sebesar 150,7 persen. “NPL BRI tercatat lebih kecil daripada rata-rata NPL gross industri perbankan nasional sebesar 3,1 persen per Mei 2017,” paparnya.
Suprajarto mengatakan, DPK BRI beserta perusahaan anak tercatat Rp 768 triliun. Jumlahnya naik 12,3 persen dibanding Juni 2016 yang hanya Rp 683,7 triliun. Dana murah berupa giro dan tabungan (CASA) tercatat mendominasi DPK yaitu 56,09 persen dari total.
Dana giro BRI tercatat memiliki pertumbuhan yoy tertinggi sebesar 17,4 persen menjadi Rp 130,6 triliun. Sementara tabungan tubuh 11,5 persen yoy menjadi Rp 300,1 triliun. Dana deposito BRI juga mengalami kenaikan yakni sebesar 11,1 persen yoy menjadi Rp 337,2 triliun.
Untuk fee based income (FBI), BRI mendapat dorongan dari transaction banking. “Salah satu penyumbang FBI BRI terbesar adalah jasa transaksi e-channel dan kartu debit,” kata Suprajarto.
Komposisinya mencapai 26 persen dari keseluruhan FBI BRI. Hingga akhir Juni 2017, BRI mencatat perolehan FBI senilai Rp 4,9 triliun atau naik 19 persen yoy. Komposisi FBI terhadap total pendapatan secara yoy naik 7,7 persen menjadi sebesar 8,6 persen di Juni 2017. (Nikson/balipost)