MAKASSAR, BALIPOST.com – Dalam rangka meminimalisir potensi kerugian negara, Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) Kemas Danial lebih mengedepankan penyelesaian pinjaman macet oleh pelaku koperasi dan UKM menggunakan hukum perdata. Hal itu diungkapkan Kemas dalam acara Focus Group Discussion (FGD) sekaligus sosialisasi program penyaluran dana bergulir LPDB-KUMKM dengan tema “Perspektif Hukum Dalam Pengelolaan Dana Bergulir KUMKM dan Upaya Pengamanan Keuangan Negara” di Makassar, Selasa (8/8).
Acara ini menghadirkan sejumlah pembicara, diantaranya Kajati Sulsel Jan Samuel Maringka, Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Farida Patittingi, mantan Hakim Agung HP Panggabean, Ahli Hukum Pidana dari UII Suhardi Somomoeljono, Kadis KUMKM Sulsel Syamsu Alam Ibrahim, dan Kakanwil DJKN Sulseltrabar Anugrah Komara. “Setiap kasus diarahkan ke perdata karena ini merupakan program pemerintah sesuai cita-cita pak Jokowi untuk mengentaskan pengangguran dan kemiskinan. Karena itu, kita berharap tidak ada kasus hukum apabila terjadi wanprestasi kecuali pelaku koperasi dan UKM menyalahgunakan uang ini,” tandas Kemas.
Dengan hukum perdata, kata Kemas, besar harapan dana bergulir yang dipinjamkan dapat kembali melalui penjualan aset yang menjadi jaminan kreditur. Sedangkan penerapan hukum pidana sebagai jalan terakhir untuk menjerat kreditur yang tidak beritikad baik. “Tidak ada resiko apapun (kalau pidana), kami ini kan uang APBN jangan salahgunakan. Kami berharap pelaku koperasi dan UKM yang wasprestasi kembalikan pinjamannya, kalau ada aset akan kita jual,” ujar Kemas.
Mantan Hakim Agung HP Panggabean menambahkan upaya pemulihan aset KUMKM dapat dilakukan melalui proses pembinaan internal Badan Layanan Umum (BLU)-LPDB, maupun gugatan perdata. Meski dana bergulir merupakan keuangan negara, namun menurutnya penyelesaian melalui hukum pidana dinilai tidak efektif. “Oleh karena dana begulir merupakan keuangan negara maka penanganan hukum dapat dilakukan melalui UU Tipikor, akan tetapi penerapannya tidak selalu efektif meminimalisir potensi kerugian negara,” kata Panggabean.
Ia menjelaskan upaya penanganan masalah pinjaman macet dana bergulir dapat dilakukan di luar proses Tipikor, jika pihak LPDB secara bertahap telah mampu melakukan pembinaan dan pengawasan. Sedangkan gugatan perdata dilakukan bilamana ada bukti kecurangan dari kreditur. “Upaya LPDB untuk menerapkan gugatan perdata dengan bantuan Kejaksaan setempat dibenarkan dengan catatan BLU telah memiliki SOP pelayanan untuk menangani kasus kemacetan pelaksanaan perjanjian BLU dengan KUMKM itu,” tandasnya.
LPDB merupakan lembaga yang diberikan kewenangan secara khusus oleh Kementerian Koperasi dan UKM sebagai instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU. Pendelegasian kewenangan ini sebagai bentuk kebijakan pemerintah dalam rangka perlindungan terhadap perekonomian nasional khususnya pelaku usaha di Indonesia.
Dengan demikian, menurut Ahli Hukum Pidana dari UII Suhardi Somomoeljono, hak tagih negara sebagai akibat dari kebijakan penyaluran dana bergulir yang dijalankan oleh LPDB dapat diserahkan kepada jaksa dalam kapasitasnya selaku pengacara negara. “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara dan pemerintah,” kata Suhardi. (Nikson/balipost)