BANGLI, BALIPOST.com – Jaja gipang, menjadi salah satu jenis jajanan tradisional yang masih tetap eksis hingga saat ini. Rasanya yang manis dengan tekstur renyah membuat gipang selalu mendapat tempat di hati para pecinta jajanan tradisional.
Wayan Renyih, salah seorang pembuat jaja gipang di Banjar Tiga Kawan, Desa Penglumbaran Susut, mengakui bahwa peminat jaja gipang masih tetap ada hingga saat ini. Gipang yang tergolong jajanan tradisional ini biasanya dibuat/dibeli masyarakat untuk dipakai sebagai sarana banten. “Peminatnya masih banyak,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Minggu (5/8).
Ibu empat anak ini menjelaskan bahan utama yang dipakai membuat jaja gipang adalah beras ketan dan gula pasir. Proses pembuatan jaja gipang relative cukup mudah. Ketan yang telah dicuci bersih dikukus hingga matang. Setelah itu ketan yang sudah matang kembali dicuci selanjutnya dijemur. Proses penjemuran memakan waktu hingga satu hari penuh jika cuaca cerah. Setelah kering, ketan kemudian digoreng hingga empuk.
Dicampur dengan gula pasir cair, ketan goreng kemudian diaduk hingga merata, selanjutnya dicetak. Alat cetak yang dipakai Renyih cukup sederhana yakni berupa lingkaran seng.
Campuran ketan goreng dan gula cair kemudian dimasukan kedalam cetakan dan dibentuk sedemikian rupa. Setelah itu hasil cetakan dijemur hingga kering di bawah sinar matahari. Renyih mengaku bahwa jika cuaca tidak bersahabat, jaja gipang buatannya dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diatas tungku.
Dalam sehari dirinya bisa menghabiskan ketan untuk membuat jaja gipang antara 10 hingga 15 kilogram. 10 kilogram ketan bisa diolah menjadi 40 hingga 50 keping jaja gipang berukuran besar. Selama ini jaja gipang buatannya dijual ke pasar – pasar tradisional dengan harga Rp 10-12 ribu per keping.
Renyih yang telah menekuni usaha pembuatan jaja gipang sejak masih muda mengaku tidak menemui kendala yang berarti dalam menjalankan usahanya. Biasanya produksi jaja gipangnya tidak akan bisa berjalan maksimal saat cuaca hujan. “Kalau hujan seperti sekarang agak susah tiang buat. Karena sulit jemurnya,” ujarnya. (Dayu Swasrina/balipost)