JAKARTA, BALIPOST.com – Ingin menyaksikan lukisan karya-karya pelukis top yang menjadi koleksi Istana Kepresidenan? Menyimak lukisan asli Nyi Roro Kidul yang asli? Kesempatannya masih terbuka lebar. Semua itu bisa dinikmati masyarakat umum di Galeri Nasional, 1-30 Agustus 2017.
Berdasarkan hasil pengamatan selama beberapa hari pameran berlangsung, lukisan Nyi Roro Kidul (Queen of the South Seas) paling sukses menarik perhatian pengunjung. Lukisan tersebut dipajang di salah satu ruangan paling pojok yang ada di Gedung A, Galeri Nasional Indonesia. Letaknya berseberangan dengan lukisan Basoeki Abdullah lainnya.
Anggota tim kurator pameran Mikke Susanto menjelaskan, lukisan Nyi Roro Kidul karya Basoeki Abdullah itu menyiratkan laut sebagai ekosistem yang kompleks. Selain itu, lukisan tersebut juga menggambarkan Indonesia yang kaya dengan kisah-kisah mitologis.
Kisah tentang Nyai Roro Kidul ini memang sangat dikenal luas di kawasan Pulau Jawa. Utamanya Yogyakarta. Dalam lukisan ini, sosok Nyi Roro Kidul tampil tanpa mahkota dan kereta kuda. Nyi Roro Kidul mengenakan kemben tanpa terlihat bagian bawah tubuh, rambutnya pun menjuntai panjang. Sosoknya terlihat cantik. Wanita ini digambarkan sebagai seorang perempuan berparas menawan, serta memiliki kekuasaan di Pantai dan Laut Selatan.
“Lukisan Nyi Roro Kidul dipajang di subtema ‘Mitologi dan Religi’. Lukisan Nyi Roro Kidul merupakan satu dari 200 karya Basoeki Abdullah yang dikoleksi Presiden ke-1 RI, Soekarno. Basoeki Abdullah memang dikenal sebagai pelukis pemandangan alam dan potret perempuan,” jelas Mikke, Kamis (10/8).
Mikke menambahkan, ada cerita menarik tentang lukisan yang berjudul ‘Nyi Roro Kidul’ yang dilukis tahun 1955 ini. Di masa itu, Basoeki Abdullah mengakui memang pernah bertemu dengan Nyi Roro Kidul.
“Pak Bas mengaku dia pernah bertemu dengan Nyi Roro Kidul. Lukisan ini adalah salah satu dari 6 lukisan Nyi Roro Kidul yang pernah dilukiskan Pak Bas. Dan ini adalah lukisan asli, kalau yang di Hotel Samudera itu KW alias palsu. Lukisan ini juga yang paling banyak dipalsukan,” terang Mikke.
Deputi Protokol, Pers, dan Media Bey Machmudin menjelaskan, pameran lukisan koleksi Istana ini bagian dari acara memperingati Kemerdekaan HUT RI ke-72, dengan tema besar “Senandung Ibu Pertiwi”.
“Ada 48 lukisan dari karya 41 pelukis yang lukisannya dipajang di Galeri Nasional. Yang ditampilkan tidak hanya lukisan karya pelukis Indonesia, namun juga ada karya dari seniman dari luar negeri yang menjadi koleksi Istana Kepresidenan,” ujar Bey.
Sebut saja beberapa nama besar seperti Raden Saleh hingga Basoeki Abdullah, turut hadir di sini. Lukisan karya Basuki Abdullah yang berjudul Pulau Flores misalnya, lukisan tersebut telah dikoleksi Presiden Soekarno sejak 1942. Lukisan bernilai Rp 1.572.500.000 tersebut mengingatkan bahwa Indonesia bagian Timur memiliki keindahan alam yang tiada duanya.
“Ini mengingatkan bahwa Indonesia Timur merupakan wilayah Indonesia dengan keindahan alamnya. Sejauh mata memandang, lukisan tersebut mampu membangkitkan kecintaan kita pada Republik Indonesia, rasa cinta Tanah Air,” papar Bey.
Pameran itu dipecah menjadi empat bagian, pertama, keragaman alam dari koleksi Istana di Bogor, Cipanas, Jakarta, Bali, dan Yogyakarta yang mengambil tema pemandangan alam di Indonesia. “Pada masa itu perupa beredar di seluruh penjuru nusantara, termasuk di Sulawesi, Sumatera Barat, Jawa, dan sebagian kecil Bali,” ungkap Bey.
Dalam pameran ini, Istana Kepresidenan melibatkan empat kurator yakni Amir Sidharta, Mikke Susanto, Asikin Hasan, dan Sally Texania.
Ketua kurator Asikin Hasan mengatakan, tema dan pesan dari “Senandung Ibu Pertiwi” bila diartikan mengandung makna “Tanah Air,” yang dimaknai sebagai sebuah kekuatan yang di dalamnya mengandung bermacam-macam potensi. “Hal ini terlihat dari lukisan yang dipamerkan merupakan bentuk dari keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama yang semakin utuh dan kuat,” ujar Asikin Hasan.
Asikin Hasan menjelaskan, pameran dibagi menjadi empat bagian. Pertama, Mahat di Sumatra Barat, Gunung Merapi, dan pemandangan alam karya Abdullah Soeriosubroto dan Wakidi yang terkenal melukis pemandangan alam.
Bagian kedua, adalah kegiatan atau aktivitas sehari-hari dengan fokus pada nelayan dan juga petani. Lukisan yang dipamerkan adalah lukisan penjual ayam dan bakul buah, penjual sate dan kegiatan sehari-hari di masa lalu, dan kehidupan para nelayan dan petani.
Bagian ketiga, lanjutnya, adalah tradisi tari dan kebaya, di mana sekitar 15 lukisan mengambil tema Tari Rejang. Asikin menceritakan, Bung Karno pada masa itu membangun nasionalisme melalui pakaian pria berpeci dan perempuan berkebaya dimana identitas dibangun dari pakaian. Di banyak arsip memperlihatkan foto-foto perempuan umumnya berkebaya.
“Adapun bagian keempat adalah mitologi dan religi yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat kita, yang kemudian belakangan berkembang agama, memperkaya keragaman di Indonesia dengan masuknya Islam, Hindu, Buddha, Konghucu yang saling memperkuat, menggambarkan kebersamaan, gotong royong terkait satu sama lain,” tuturnya.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan, pameran lukisan koleksi Istana Kepresidenan ini dapat pula menjadi atraksi pariwisata. Menurutnya, pengunjung dapat melihat secara langsung lukisan yang sebelumnya tidak dapat dilihat masyarakat umum.
“Kita mendorong agar orang-orang hadir ke sini. Apalagi ada tur yang akan dipandu para kurator. Ini kesempatan langka, jangan sampai dilewatkan,” kata Menpar Arief Yahya.
Menpar Arief Yahya optimistis, bila pameran ini dipromosikan lebih gencar lagi, juga akan menarik minta wisatawan mancanegara (wisman) yang memang kebanyakan mencintai seni dan kebudayaan “Wisman yang datang ke Indonesia selain karena keindahan alamnya (nature), juga karena kayanya seni dan budaya (culture) yang kita miliki. Mereka sebagian besar mencintai karya seni yang merujuk pada budaya, jadi pasti akan menyukai adanya pameran yang sangat jarang digelar ini,” kata Menpar Arief Yahya. (kmb/balipost)