BANGLI, BALIPOST.com – Lahan pertanian kopi di wilayah Bangli khususnya Kintamani kian menyempit. Hal itu terjadi akibat petani banyak yang menebas kopi mereka lantaran harga kopi sempat anjlok dan beralih ke komoditi lain seperti jeruk, dan tanaman holtikultura lainnya. Atas kondisi tersebut terjadi penurunan produksi kopi. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pertanian, Ketahan Pangan, dan Perikanan (PKP) Bangli I Wayan Sukartana, Minggu (13/8).
Sukartana mengakui, saat dewan melakukan sidak kopi mengani di Kintamani belum lama ini, pihaknya memang diminta untuk meningkatkan kapasitan perkebunan kopi di Bangli khususnya di Kintamani. Sebab, sejak beberapa tahun belakangan ini adanya penurunan lahan pertanian kopi akibat petani menebas lahan kopi mereka lantaran harga kopi Kintamani sempat anjlok. Sehingga petani yang dulunya menanam kopi kini beralih ke jeruk, dan tanaman holtikultura salah satunya bawang merah. “Atas kondisi itu memang adanya penurunan produksi kopi Kintamani,” ungkap Sukartana.
Dia mengatakan pihaknya sudah menghimbau kepada petani yang lahannya masih berpotensi supaya bisa kembali mengembangkan kopi. Apalagi, kata dia kopi Kintamani sudah tembus pasar ekaspor. Maka dari itu, pengembangan kopi Kintamani jangan sampai punah dan harus terus dikembangkan. “Semenjak harga kopi kembali normal, para petani yang sebelumnya menabang kopi-kopi mereka kini kembali ingin membudidayakan kopi secara swadaya karena harganya kopikembali stabil.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk menghimbau agar warga kembali mau mengembangkan kopi, pihaknya sudah mengintruksikan bidang penyuluhan supaya terus melakukan koordinasi dengan kepala UPTD di masing-masing wilayah supaya petani bisa kembali mengembangkan pertanian kopi. “Kita optimis luas lahan kopi kintamani akan semakin bertambah. Kita targetkan 3-4 tahun kedepan pengembangan lahan kopi kembali normal,” jelas Sukartana.
Disinggung terkait desakan dewan untuk memaksimalkan lahan pemerintah yang kosong untuk dikembangkan kopi untuk meningkatkan produksi kopi kedepannya, Sukartana menegaskan pihaknya sangat mendukung saran tersebut. Dia mencontohan asset miliki provinsi di Banjar Kembang Sari, Desa Satra, Kintamani yang luas lahannya mencapai 20 hektar bagus manfaatkan untuk mengembangkan bibit kopi.
“Mengingat itu asset provinsi, kini tinggal bagaimana pemkab melalui BKPAD sejauh mana sudah melakukan pendekatan ke provinsi agar asset itu bisa menjadi milik kabupaten. Jika nanti kalau aset itu sudah menjadi milik kabupaten, maka akan sangat bagus digunakan untuk mengembangkan kopi Kintamani,” tegas Sukartana. (eka prananda/balipost)