TABANAN, BALIPOST.com – Musim hujan yang terjadi belakangan ini, ternyata tidak hanya memberikan sisi positif bagi petani. Adanya air dari hujan membuat kebutuhan air saat musim tanam tercukupi dan petani yang memiliki sawah jenis tadah hujan bisa melakukan proses tanam tanpa takut kekurangan air. Namun disisi lain, intensitas hujan yang tinggi juga menakutkan petani. Mereka was-was akan adanya serangan hama terutama hama yang sering muncul jika kelembaban tinggi.
Ketua Asosiasi Penyuluh Swadaya Seluruh Indonesia (APSSI) Kabupaten Tabanan, Gusti Subagia, beberapa waktu lalu mengatakan adanya musim hujan membuat kebutuhan air untuk irigasi tanaman mencupi. Namun jika musim hujan terus berlangsung ditakutkan justru merusak tanaman padi petani. ‘’Musim saat ini tidak bisa diprediksi. Kapan musim hujan berhenti dan kapan musim kemarau. Jika terus berlangsung, ditakutkan justru merusak tanaman padi,’’ ujarnya.
Ia menjelaskan padi akan tumbuh baik jika mendapatkan pengairan yang cukup kurang lebih 42 hari atau paling lama sekitar dua bulan dari waktu tanam. Setelahnya, padi tidak terlalu memerlukan air yang banyak lagi dan biasanya petani menjaga kelembaban tanaman agar tidak terserang hama. Karenanya, diharapkan musim hujan tidak berlangsung lama atau sampai melewati periode masa tanam.
“Biasanya ancaman wereng ini akan menghantui tanaman padi pada usia 30 hari setelah masa tanam, sedangkan tungro menjadi ancaman sejak dini (awal tanam padi). Namun, saat ini untuk tungro belum ada tanaman padi yang terkena,” tegasnya.
Kepala Bidang Pengembangan Produksi dan Hortikultura Dinas Pertanian Tabanan, I Wayan Suandra, Selasa (15/8) mengatakan saat ini diakui memang sudah ada tanaman padi yang terinfeksi hama. Hanya sifatnya masih bisa dikendalikan dan tidak sampai menyebabkan puso atau merugikan petani. ‘’Populasi hama dalam hal ini wereng coklat, penggerek batang dan trik atau hama berupa kutu suda ada menyerang tanaman padi. Tetapi masih bisa dikendalikan,’’ ujar Suandra.
Untuk wereng coklat menurut Suandra populasinya ditemukan di daerah Selemdag dan Kerambitan. Meski sudah ada, tetapi pihaknya tidak langsung menyarankan petani untuk langsung melakukan penyemprotan.Petani diharapkan melihat keseimbangan populasi musuh alami wereng coklat seperti laba-laba dan capung. ‘’Jika masih seimbang tidak perlu disemporit. Tetapi jika sudah menunjukkan gejala eksplosif barulah dilakukan tindakna penyemprotan,’’ jelasnya.
Karenanya ia berharap agar petani terus menerus melakukan pengamatan tanaman padi dan tetap waspada mengingat musim hujan yang terus turun akhir-akhir ini. ‘’Diharapkan lebih hati-hati, waspada dan lebih sering melakukan pengamatan untuk mencegah terjadinya ekplosif hama sehingga bisa ditangani sejak dini,’’ ujarnya. (wira sanjiwani/balipost)