DENPASAR, BALIPOST.com – Simakrama dan Pablibagan Bendesa Adat se-Bali yang dilaksanakan Bali Post dan Bali TV, dalam edisi spesial HUT ke-69 Bali Post di Wantilan Gedung Pers Bali K. Nadha, jalan Kebo Iwa 63 A, Desa Padangsambian Kaja, Denbar, Rabu (16/8) lalu, mengangkat tema Bali Terancam “Sekala-Niskala”.
Tema yang diangkat ini berkaitan dengan beberapa permasalahan yang muncul di Bali, seperti ketersisihan krama Bali dalam merebut peluang ekonomi selama bertahun-tahun yang terkondisikan gagal mengakses pasar, ekonomi lemah krama Bali terancam termaginalkan, dan krama Bali terlena pada ‘’zona nyaman’’.
Dalam simakrama dan pablibagan yang sesuai visi dan misi menjaga kepentingan Bali kedepan ini, menghadirkan narasumber Pimpinan Redaksi Bali Post, Nyoman Wirata; mantan Dirjen Bimas Hindu Kemenag RI, Prof. DR. IBG Yudha Triguna; pemerhati budaya, adat dan masalah-masalah Bali, yang juga praktisi perbankan, Dr. Gede Made Sadguna, dan Bendesa Adat Kuta, Wayan Swarsa.
Dikatakan Wirata, desa adat merupakan terdepan menjaga budaya Bali. Dalam persaingan lokal, Bali punya lingkungan, sumber daya manusia (SDM) dan ekonomi. Di tengah persaingan itu, harus ada upaya-upaya menjaga Bali.
Pada tahun 2006 dan 2008, Bali Post sempat memberitakan Bali dalam keadaan bopeng, dan tahun 2014 lalu, Bali gagal mengelola lingkungan, serta pada tahun 2015 lalu, Bali tinggal satu generasi yang kalah dalam sisi ekonomi yang akan berakibat Bali terpinggirkan. ‘’Bali itu sangat terbuka, dan keterbukaan ini jangan sampai membuat lengah. Maka dari itu, mari kita jaga Bali supaya tetap pada jati diri sesuai Tri Hita Karana,’’ kata Wirata.
Sementara Yuda Triguna, menyatakan 20 sampai 25 tahun kedepan masyarakat dunia akan mengalami kompleksitas kehidupan, dan akan meningkat menjadi 35 persen. Tantangan kedepan sangat besar, dan masyarakat Bali harus meningkatkan kualitas diri dengan pengetahuan, pengalaman, terampil, kreatif, tanggungjawab, jujur dan rendah hati. ‘’Pilar-pilar inilah yang harus dijaga masyarakat Bali untuk kedepannya,’’ ujar Triguna.
Made Sadguna menginginkan orang Bali harus memiliki militansi yang tinggi alias tegas kalau ada yang mengancam Bali. ‘’Menjaga Bali kedepan dengan tema ini sangat bagus, yaitu bagaimana menjaga dengan kegiatan yang nyata, menjaga Bali supaya tetap ajeg, dan berkembang dengan mandiri sesuai Tri Hita Karana (Pahrayangan, Pawongan dan Palemahan). Tak hanya krama Bali saja, bendesa yang juga ada di dalamanya sangat berperan penting dan garda terdepan dalam menjaga Bali.
Bendesa Adat Kuta, Wayan Swarsa, mengungkapkan desa adat atau desa pakraman kenapa dibentuk, dan bagiamana awal dibentuknya. Desa pakraman yang dibentuk ini sebagai benteng tangguh untuk nenjaga Bali. ‘’Dalam awig-awig sudah jelas, desa pakraman ini ikut berperan aktif di dalam menjaga adat dan budaya Bali sesuai Tri Hita Karana. Selain itu tatananan adat sangat penting, seperti halnya ngayah itu yang diidentikkan dengan menunjukkan jati diri. Peran desa adat dan desa pakraman inilah yang bisa menangkal masalah-masalah yang timbul di Bali, dan Tri Hita Karana inilah harus terus diperkuat untuk menjaga Bali supaya tetap ajeg,’’ ucapnya.
Bendesa Tanjung Benoa, Made Wijaya, mengemukakan konsep desa adat memiliki peran strategis menjaga tatanan lingkungan dan potensi-potensi yang di Bali dengan kearipan lokal yang ada.
Bendesa Buduk, IB Purbanegara, menegaskan Bali tidak lepas dari pariwisata budaya bernafaskan Hindu. Bicara budaya, tidak hanya Bali saja tapi semua daerah memiliki budaya. Lain halnya dengan Bali, yang memiliki wisata dan mempunyai kelebihan karena benafaskan Hindu.
Simakrama yang berlangsung selama dua jam ini pun akhirnya ditutup dengan penyerahan bibit pohon kelapa daksina secara simbolis yang dilakukan Pimred Bali Post, Nyoman Wirata, yang diterima Bendesa Adat Jimbaran, Bendesa Adat Buduk, dan Bendesa Adat Besakih. (kmb/balipost)
pembicaraan masih general tidak terlalu spesifik …