DENPASAR, BALIPOST.com – Perayaan HUT Ke-72 RI tahun ini terasa lebih semarak di seputaran Renon, Denpasar, Kamis (17/8). Pasalnya, perayaan hari kemerdekaan tidak hanya terhenti pada upacara bendera peringatan detik-detik proklamasi. Akan tetapi dilanjutkan pula dengan defile atau pawai kebangsaan melibatkan tentara serta ribuan masyarakat dari seluruh Bali.
Ribuan peserta pawai, mulai dari anak-anak TK, kelompok marching band sekolah dan universitas, komunitas pengacara, komunitas perawat, atlet berprestasi, kelompok nelayan, siswa, mahasiswa, pemuka agama, dosen, guru, purnawirawan dan veteran, komunitas motor gede dan mobil tua, hingga masyarakat dari semua kecamatan di Bali tumpah ruah di Renon. Mereka berjalan mulai dari parkir timur Renon guna mengitari lapangan Niti Mandala. Sejumlah veteran bahkan tampak menaiki kursi roda namun tak hilang semangat meneriakkan kata “Merdeka”.
Ada yang menyanyikan lagu-lagu nasional seperti sorak-sorak bergembira atau 17 Agustus. Sebagian dari peserta pawai juga mengarak bendera raksasa berukuran 10 x 6 meter. Nyaris tak ada guratan lelah. Justru kebahagiaan dan rasa cinta tanah air teramat mendalam yang terpancar dari wajah mereka. “Saya sering ikut apel, tapi yang sekarang perayaannya paling meriah,” ujar Wayan, salah seorang masyarakat yang juga pensiunan PNS di pemprov Bali ini.
Hal senada dilontarkan pula oleh Tamar, seorang wisatawan asing yang sedang berlibur di Bali. “Ini (pawai, red) sangat luar biasa,” ujar wanita asal Switzerland ini.
Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta juga terlihat begitu bersemangat dengan antusiasme yang ditunjukkan masyarakat dalam merayakan HUT RI. “Terima kasih, terima kasih atas partisipasinya,” ujarnya berulang. Tak jarang, Sudikerta berlarian kecil menghampiri barisan pawai masyarakat dan mengajak berfoto bersama. Orang nomor dua di Bali ini bahkan tak mempedulikan kemungkinan tanda jabatannya akan terjatuh karena berlarian seperti itu. “Saya sangat terharu dan saya memberi apresiasi Bapak Pangdam kita yang kerjanya inovatif dan kreatif,” ujarnya.
Sudikerta mengingatkan, upaya mengedukasi masyarakat untuk cinta tanah air dan menjaga empat konsensus berbangsa dan bernegara bukan hanya tugas tentara. Namun semua komponen masyarakat termasuk pemerintah. “Perlu dilakukan optimalisasi dengan mengedukasi kembali masyarakat agar betul-betul memahami, menjaga, mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan sehingga bisa mengantarkan masyarakat sejahtera,” jelasnya.
Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Komaruddin Simanjuntak mengatakan, pawai kebangsaan merupakan jawaban atas pertanyaan orang-orang yang masih belum merasa merdeka. Sebab, yang terlihat adalah rakyat merasa gembira, tidak merasa terpaksa, dan dengan segala ketulusan menikmati 72 tahun Indonesia merdeka. “Darimana kita tahu, itu tidak kami paksa dari seluruh desa-desa di Bali dia mendaftar ingin melihat bagaimana 72 tahun merdeka. Itu yang saya buat, jadi ada komunitas pengacara, komunitas kesehatan, guru, bukan dari tentara,” ujarnya.
Kendati pernah mengatakan ada 50 orang di Bali terindikasi gerakan radikalisme, Komaruddin menegaskan posisi mereka masih terkontrol dan dalam keadaan “tidur”. Pihaknya terus melakukan patroli untuk melokalisir keberadaan mereka. Termasuk memperketat kearifan lokal yang ada sebagai sumber kekuatan melawan radikalisme. “Tugas kita bagaimana melokalisir dia, mengamati dia supaya tidak terbangun. Kita buat dia tertidur supaya anak sekolah bisa sekolah dengan baik, pemerintah bisa berjalan dengan baik, pengusaha bisa menjalankan usahanya,” tandasnya. (rindra/balipost)