JAKARTA, BALIPOST.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla mempersoalkan frase ‘dikuasai’ dalam Pasal 33 UUD 1945 yang disalahgunakan oleh kepala daerah untuk kepentingan pribadi. Hal ini terkait dengan tuntutan sejumlah perusahaan asing ke pengadilan arbitrase internasional yang berawal obral izin yang dikeluarkan kepala daerah.
“Kasus di daerah diberikan izin seperti tadi, kemudian dia menuntut kembali pemerintah triliunan rupiah. Akibat kesalahan bupati, pemerintah dituntut triliunan rupiah seperti yang terjadi di Kalimantan, dituntut triliunan rupiah, juga di Sulawesi Tenggara,” kata Jusuf Kalla dalam pidato Peringatan Hari Konstitusi di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (18/8).
Peringatan Hari Konstitusi dihadiri Ketua MPR Zulkifli Hasan didampingi empat Wakil Ketua MPR, pimpinan lembaga tinggi negara, sejumlah menteri Kabinet Kerja dan para tamu undangan.
Kasus di Kalimantan, Churchill Mining Plc yang bermarkas di Amerika Serikat menuntut ganti rugi pemerintah Indonesia melalui pengadilan arbitrase internasional. Kasus ini bermula dari pencabutan izin pertambangan Ridlatama Group, tetapi meski dicabut saham tersebut tetap diperjualbelikan hingga akhirnya dikuasai Churchill Mining Plc. Karena izinya sudah dicabut, perusahaan asing itu tidak bisa mengeruk kekayaan alam di Kalimantan tersebut.
Churchill Mining lalu meminta ganti rugi ke pemerintah Indonesia dengan menuntut ganti rugi 1,1 miliar dollar AS atau senilai Rp 13 triliun atas kerugian akibat pencabutan izin itu. Belakangan pengadilan abitrase memenangkan pemerintah Indonesia.
Kasus serupa dilakukan perusahaan asing, India Metals and Ferro Alloys Limited yang menggugat pemerintah Indonesia ganti rugi US$ 581 juta atau sekitar Rp 7,7 triliun lewat Arbitrase Internasional. Awalnya investor asal India merasa rugi karena telah menggelontorkan US$ 8,7 juta untuk membeli SSRI, tetapi tidak bisa melakukan penambangan karena ternyata IUP di lahan seluas 3.600 hektar yang dimiliki SSRI tidak clean and clear (CnC).
IUP mereka tumpang tindih dengan IUP milik 7 perusahaan lain. “Nah, saya setuju ada hal-hal yang perlu disesuaikan. Saya setuju apa yang disampaikan Ketua MPR mengenai Pasal 33 tentang menguasai. Tentu menguasai memiliki arti yang luas, bukan hanya memiliki, tetapi mengontrol, juga dapat menentukan,” kata JK.
Wapres mengatakan perlu adanya ketentuan-ketentuan untuk membatasi, mengawasi dan mengatur agar pihak-pihak berkepentingan seperti kepala daerah yang ingin mencari keuntungan dari penafsiran luas atas frase menguasai atau dikuasai itu tidak dipermainkan secara sewenang-wenang. “Pemerintah telah banyak mengeluarkan undang-undang bersama DPR, peraturan pemerintah dan lainnya namun masih saja ada celah-celah orang mempermainkan arti dari menguasai itu,” imbuh JK.
Ke depan, JK berharap pentingnya pemahaman yang sama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta DPR mengenai pengertian dan maksud dari menguasai itu. “Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memiliki pengertian yang sama maksud dan tujuan dari menguasai itu,” katanya.
Diapun menekankan pentingnya semua pihak untuk menerapkan sistem perekonomian terbuka yang berlandaskan empat konsensus dasar yang dimiliki yaitu Pancasila sebagai pedoman hidup bernegara, UUD 1945 sebagai dasar hukum negara, NKRI bentuk negara yang disepakati sebagai negara kesatuan dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan hidup bernegara.
Pasal 33 ayat (3) selama ini sering kali diselewengkan oleh penyelenggara negara. Sejumlah pihak saat inipun sudah mengajukan usulan agar ketentuan ini diamandemen untuk disempurnakan agar tidak disalahartikan. Isi ketentuan dimaksud adalah ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.’
Oleh karena itu, kata dikuasai dalam Pasal 33 itu adalah dikuasai negara tetapi untuk kepentingan rakyat banyak bukan kepentingan segelintir orang. “Tentu kita semua tidak ingin kembali kepada negara, sosialis, tidak juga kapitalis, tetapi sistem ekonomi kita adalah sistem ekonomi terbuka yang mewarnai bangsa ini. Namun semuanya harus sesuai dengan UUD 1945 yaitu dikuasai negara untuk kemashlatan bangsa ini,” tegasnya.
JK juga berharap melalui peringatan Hari Konstitusi ini, semua pihak dapat menyatukan kembali visi besar dari para pendiri bangsa. “Peringatan Hari Konstitusi ini bukan hanya sekedar merayakannya tetapi melaksnakan sebaik-baiknya, memberikan visi yang baik, membuat misi yang baik untuk visi yang besar. Dan untuk kesejahteraan bagi rakyat yang adil dan makmur,” tandasnya. (Hardianto/balipost)