BANDUNG, BALIPOST.com – Bangsa Indonesia terutama generasi mudanya diminta mewaspadai ancaman yang dapat membuat bangsa ini bisa tercerabut dari nilai-nilai dasarnya. Narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) serta melupakan sejarah merupakan dua hal yang dapat mengakibatkan kekhawatiran itu bisa terjadi. Penegasan tersebut disampaikan anggota MPR RI Haeruddin di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Sangga Buana, Bandung, Jawa Barat, Senin (21/8) saat memberi Sosialisasi Empat Pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Keempat nilai-nilai dasar itu merupakan konsesus kebangsaan yang telah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa. Haeruddin meyakini dengan memegang nilai-nilai dasar bernegara, bangsa ini akan selamat dan dapat mencapai cita-cita yang telah tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. “Jika sebuah bangsa tercerabut akar nilai-nilai dasarnya, maka bersiaplah akan menghadapi kematian. Hari ini, Bangsa Indonesia sedang menghadapi ancaman tercerabut dari akar nilai-nilai dasarnya,” kata Haeruddin.
Dia mengungkapkan bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami kondisi darurat narkoba. Narkoba telah banyak membunuh banyak orang. Dalam catatannya, sebanyak 5 juta orang terkena obat-obat terlarang dan sebanyak 50 orang mati dalam sehari karena narkoba.
Yang membuatnya prihatin, sasaran utama narkoba adalah generasi muda. “Narkoba telah membunuh generasi muda. Mudah-mudahan mahasiswa yang ada di sini bersih dari narkoba,” tegasnya.
Faktor lain yang menyebabkan bangsa ini tercerabut dari akarnya adalah karena melupakan sejarah. Padahal untuk menjadi sebuah negara, perlu proses waktu yang panjang. “Indonesia tidak serta merta menjadi sebuah bangsa,” ujarnya.
Proses itupun tidak hanya dihitung sejak kolonial penjajah, tetapi sejak era jaman kerajaan nusantara hingga jaman pergerakan. Semua sejarah yang ada, mengandung dan memberikan proses penguatan nilai-nilai kebangsaan. “kita mudah diadudomba karena sejarah tak pernah dibuka,” ujarnya.
Dari literatur yang ada, menurut Haeruddin, legenda masyarakat Jawa diawali oleh kehaditan Aji Saka (Raja Saka) berasal dari Jambudwipa (India) dari suku Shaka (Scythia). Kehadirannya melambangkan kedatangan dharma atau ajaran dan peradaban Hindu-Buddha ke Pulau Jawa, sekaligus menjadi penanda raja pertama.
Kehadiran Aji Saka membawa peradaban, tata tertib dan keteraturan ke Jawa dengan sekaligus pencipta tarikh Tahun Saka atau raja pertama yang menerapkan sistem kalender Hindu di Jawa. “Mudah-mudahan dari forum ini melahirkan Aji Saka-Aji Saka di Nusantara,” kata Haeruddin.
Sementara itu, Rektor Universitas Sangga Buana, Asep Effendi, dalam sambutan mengatakan sosialisasi ini penting sebab kalau dilihat di masyarakat ada gejala menurunnya pemahaman dan nilai kebangsaan. “Kampus ini mencoba terus mengimplimentasikan Empat Pilar lewat Ospek dan kegiatan Menwa,” paparnya. (Hardianto/balipost)