BANYUWANGI, BALIPOST.com – Warga Desa Adat Using Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, memiliki tradisi unik. Mereka menggelar ritual jemur kasur massal, Kamis (24/8). Ritual ini rangkaian upacara selamatan desa untuk menolak balak. Tradisi tahunan ini diakhiri dengan pesta 1.000 nasi tumpeng.
Sejak pagi, warga kompak mengeluarkan kasur masing-masing. Perabot dalam rumah ini dijemur persis di depan rumah. Yang unik lagi, kasur yang dijemur warnanya sama, merah hitam. Kasur unik ini menjadi ciri khas warga suku Using di desa setempat. ” Jemur kasur ini maknanya membersihkan bagian dalam rumah. Selain itu, untuk kesehatan,” kata Adi Purwadi, Ketua Pembina Lembaga Masyarakat Adat Using.
Menurut pria asli Desa Kemiren ini, tradisi jemur kasur massal menjadi tradisi turun temurun. Dengan tradisi ini, kata dia, bukan berarti warga desa setempat hanya menjemur kasur setahun sekali. ” Kalau jemur kasur ya rutin. Hanya, jemur kasur massal dan bersamaan yang tepat ritual selamatan kampung ini,” jelasnya.
Warna kasur merah hitam juga bermakna. Merah kata dia simbol kerja keras. Lalu, warna hitam simbol keabadian. Kasur ini, menurutnya, merupakan simbol berumah tangga. “Artinya, dalam berumah tangga harus kerja keras untuk menopang ekonomi, lalu rasa saling menyayangi pasangan harus abadi. Baru, keluarga akan langgeng,” jelasnya.
Kasur merah hitam, lanjut pria yang akrab dipanggil Kang Pur ini, menjadi ikon desanya. Bahkan, hingga kini, keluarga yang memiliki anak gadis tetap bertahan memberikan kasur merah hitam jika akan menikah.
Setelah menjemur kasur, ritual tumpeng 1000 dilanjutkan dengan barong ider bumi. Lalu, menjelang malam, warga duduk di depan rumah masing-masing. Mereka membawa tumpeng ayam panggang yang disiapkan sejak pagi. Ayam panggang dimasak khusus. Warga menyebutnya pecel pitik. Setelah doa bersama, warga menyantap tumpeng bersama. Ritual diakhiri dengan membaca lontar semalam suntuk.
Kang Pur menambahkan, ritual tumpeng 1000 menjadi salah satu festival Banyuwangi. Sehingga, dikemas menjadi agenda pariwisata. Tumpeng 1000 ini adalah kelanjutan ritual ider bumi yang digelar bulan lalu. “Kalau ider bumi untuk tolak balak, sedangkan tumpeng 1000 untuk syukuran. Kita bersyukur masyarakat adat masih diberikan kesehatan dan kemakmuran,” pungkasnya. (Budi Wiriyanto/balipost)