GIANYAR, BALIPOST.com – Memasuki penghujung Agustus, empat subak di Desa Sukawati kini tengah memanen tembakau. Hasil penjualan yang diperoleh dari menjual tembakau untuk nyirih atau nginang ini pun sampai jutaan rupiah.
Pekaseh Subak Juwuk, I Ketut Sudiarsa menjelaskan ada empat subak yang tengah menanam tembakau. Yakni Subak Juwuk seluas 30 hektar, Subak Somi seluas 20 hektar, Subak Abasan sekitar 29 hektar dan Subak Laud sekitar 30 hektar. “ Musim tanam tembakau dimulai sejak awal Mei lalu. Tak ada istilah gagal panen untuk komoditas ini. Hanya saja, hasil produksi setiap musim tanam bisa naik turun. Tergantung cuaca,“ katanya, Jumat (25/8).
Penjualan yang diperoleh dari tembakau ini pun cukup menjanjikan bagi apra petani di Desa Sukawati. Namun menurut pensiunan TNI Kodam IX/Udayana tahun 2013 ini, hasil panen tahun ini tidak cukup bagus. “Sekarang per Klongkongan nilainya Rp 2,5 juta. Pernah anjlok 3 tahun lalu cuma Rp 800 ribu. Sedangkan kalau paling bagus, 1 Klongkongan bisa sampai Rp 5 juta,” jelasnya.
Dijabarkan Sudiarsa satu hektar petak sawah bisa menghasilkan sekitar 10 sampai 12 klongkongan. Sementara untuk satu klongkongan terdiri dari 16 pengancapan dengan berat sekitar 2 kilogram. “Kalau bagus, 1 hektar bisa menghasilkan 12 klongkongan tembakau. Itu jika dikilokan sekitar 384 kg/hektar,” jelasnya.
Untuk pemasaran, tembakau khas Sukawati langsung dibeli oleh para tengkulak yang mendistribusikan ke sejumlah pedagang di pasar-pasar seluruh Bali. “Kadar nikotin tembakau rajangan ini lebih tinggi dari nikotin rokok, maka hanya digunakan untuk susur (nginang/sisig, red). Selebihnya banyak dimanfaatkan untuk sarana upakara,” jelasnya. Per kilo di pasaran, tembakau bisa mencapai harga Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu. (manik astajaya/balipost)