AMLAPURA, BALIPOST.com – SMA Negeri 3 Amlapura kembali mampu mempertahankan gelar juara dalam lomba napak tilas (pelacakan). Sejak awal berdiri tahun 2007 hingga tahun ini, terhitung SMA 3 Amlapura telah 10 kali berturut-turut memboyong piala Juara pertama dalam lomba menapaki jejak perjuangan pahlawan I Gusti Ngurah Rai itu.
Hal ini diungkapkan guru pendamping para siswa berprestasi Ketut Suliaji dari SMAN 3 Amlapura, dalam program Anak Bangsa Radio SWiB (Suara Widya Besakih) 106,8 FM Bali (Kelompok Media Bali Post), Minggu (27/8). “Hal ini menyebabkan lomba napak tilas lebih banyak diminati siswa kami daripada perlombaan memeriahkan hari kemerdekaan lainnya,” kata Suliaji.
Suliaji mengungkapkan, para siswa di SMAN 3 Seraya seperti diwarisi semangat dari pejuang terdahulu bernama Ki Kopang. Desa Pakraman Seraya adalah desa tua yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah pulau Bali. Karena Desa Pakraman Seraya sudah ada sebelum tahun 1343 masehi yaitu Pemerintahan Sri Jaya Pangus (sesuai peninggalan prasati Slonding).
Pada zaman kerajaan Bedahulu pada masa pemerintahan Sri Astha Sura Ratna Bumi Banten yang didampingi oleh para Patih sebanyak tujuh orang sebagai benteng, serta menjadi tulang punggung pulau Bali. Ki Kopang bertugas memerintah Desa Pakraman Seraya sebagai benteng saat ada serangan dari musuh yang masuk dari pinggiran Bali Timur.
Mengingat sejarah ini, semangat Ki Kopang berkobar di hati para siswa. Sehingga mereka selalu antusias mengikuti segala kegiatan memperingati hari Kemerdekan RI setiap tahunnya, hingga tetap mempertahankan prestasinya dalam bidang napak tilas.
Suliaji menambahkan, kegiatan napak tilas sendiri memang bertujuan menumbuhkan kesadaran pesertanya terhadap nilai-nilai perjuangan. Selain itu juga meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta wawasan kebangsaan nasional.
Kegiatan pelacakan ini merupakan salah satu wujud nyata terhadap penghayatan nilai-nilai perjuangan dari jasa para pahlawan nasional yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan bangsa ini. “Sebagai generasi penerus perjuangan bangsa, merasa berkewajiban untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan,” ujarnya.
Ketua regu pelacakan dari SMAN 3 Amlapura I Wayan Pandu, dalam wawancara live radio itu, mengatakan dalam lomba pelacakan tahun ini kriteria juara dinilai dari kerapian, kekompakan, ketepatan, kedisiplinan dan keutuhan barisan. Untuk bisa mencapai semua itu, Pandu dan anggotanya berlatih selama 2 minggu dengan menempuh jarak 10 sampai 20 kilometer. “Kita beruntung di Seraya medannya hampir mirip dengan rute sebenarnya dalam lomba napak tilas, jadi kita sudah siap secara fisik dan mental,” jelasnya.
Siswa yang juga mengikuti kegiatan napak tilas Ni Made Ari Sukma Dewi, mengungkapkan rasa bangganya menjadi peserta napak tilas. Baginya rasa ingin tahu bagaimana perjuangan dari Gusti Ngurah Rai melalui lomba ini menumbuhkan semangatnya sebagai generasi muda. “Saya merasa bisa lebih mandiri, semangat kebersamaan dan disiplin saya pun meningkat,” terangnya.
Anggota lainnya I Komang Agus Sulandra, yang juga pernah menjadi anggota paskibraka merasa ada perubahan mental dan fisik. Selain itu tumbuh rasa cinta tanah airnya, tumbuh jiwa senasib sepenanggungan sehingga memantapkannya bercita-cita menjadi polisi untuk menjaga kedamaian dan keutuhan NKRI nantinya. “Contoh kecilnya saja, saya dulu yang biasanya kalau mau belanja ke warung bawa sepeda motor, sekarang jalan kaki saja tetep semangat,” imbuhnya
Diakhir interaktif yang dipandu penyiar SWiB, Heri, guru studi bidang kimia sekaligus Wakil Penanggungjawab Kesiswaan Made Tresna menyampaikan ada sedikit kecemburuan yang dirasakan para peserta pelacakan. Dia berharap agar ada pertimbangan yang adil dalam pemberian uang pembinaan.
Jangan sampai terjadi ketimpangan dengan lomba-lomba lainnya. Kemudian dari teknis pelaksanaan kendala transportasi agar dikembalikan ke sistem seperti tahun sebelumnya, yaitu angkutan disiapkan kembali oleh pemerintah daerah, berangkat bersama-sama dengan sekolah lain agar lebih semangat serta tumbuh rasa kebersamaan. Tidak seperti tahun ini, masing-masing sekolah diberikan uang transport dan berangkat sendiri-sendiri. Hal ini sangat dirasakan mengurangi semangat para peserta. (Bagiarta/balipost)