JAKARTA, BALIPOST.com – Sejarah mengajarkan bangsa Indonesia adalah perwujudan dari usaha bersama untuk membangun rakyat yang adil dan makmur dengan menghargai segenap perbedaan yang ada. Sejarah juga mengajarkan bahwa jiwa bangsa Indonesia adalah Pancasila.
Di dalam Pancasila terdapat sumber pemikiran yang sangat bhineka yang di dalamnya terdapat watak bangsa yang religius, humanis, nasionalis, dan demokratis. Untuk itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP, menilai sejarah bisa menjadi upaya untuk menumbuhkan kembali semangat persatuan dan kesatuan.
Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut yaitu Buya Syafii Maarif (Maarif Institut), Bambang Budiono (UKP-PIP), dan sebagai moderator Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan). Kegiatan semacam ini diharapkan dapat menjadi media informasi bagi masyarakat mengenai perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Tema kebhinekaan sengaja diusung dalam rangka menumbuhkan kembali semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang saat ini sedang diterpa isu-isu perpecahan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Menteri dalam kesempatan itu juga mengatakan kelemahan guru sejarah ketika mengajar adalah terlalu banyak berceramah dan bertutur. Menurut Muhadjir, guru sejarah berfungsi sebagai pendidikan sejarah perjuangan bangsa.
Jadi, kata dia, sejarah yang diajarkan kepada peserta didik itu yang berpihak pada serangkaian fakta atas nama objektivitas siapa pun yang belajar. Dia menilai kemampuan guru sejarah di Tanah Air sudah mumpuni. Namun, dia menyayangkan kemampuan mengajar guru sejarah yang monoton.
“Salah satu kelemahan guru sejarah adalah terlalu banyak berceramah, sejarah bertutur. Guru sejarah pada dasarnya bukan pendongeng, bertutur, yang penting update lagi kemampuan metodologinya. Jangan monoton dengan satu jalur berkisah,” kata dia saat pidato pembukaan ceramah umum kesejarahan bertema “Pendidikan Sejarah Mempererat Kebinekaan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)” di Jakarta, Senin (28/8).
Muhadjir meminta guru-guru menyadari posisinya sebagai seorang guru sejarah terkait tujuan memberikan sejarah itu pada peserta didik. Sejarah juga sebagai bagian mengembalikan semangat restorasi melalui pendidikan.
Untuk itu, dia mengusulkan kisah-kisah sejarah supaya dipanggungkan. Guru diminta menciptakan suasana bagaimana anak-anak menghayati masa lampu dengan membuat panggung sejarah pada masa kini dengan memberikan peran pada peserta didik pada sebuah episode sejarah perjuangan bangsa. “Bayangan saya sejarah bisa dipenggal beberapa episode, siswa main peran, dan skenario atas nama guru. Sebenarnya (metode sejarah dipanggungkan) sudah sih itu, tapi akan kita intensifkan,” kata dia. (kmb/balitv)