Suasana sidang paripurna DPR RI. (BP/ist)
JAKARTA, BALIPOST.com – Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang tak pernah kunjung mecapai target membuat DPR lebih berpikir realistis. Ke depan, fungsi legislasi DPR dalam membuat undang-undang tidak lagi berorientasi menyelesaikan kuantitas, tetapi lebih pada kualitas produk legislasi yang dihasilkan.

“Menentukan target UU saya sepakat dengan pemerintah, bukan dari segi kuantitas tapi kualitas kebutuhan undang-undang bisa menyelesaikan masalah,” kata Setya Novanto pada rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/8).

Dia mengatakan, memasuki tahun ketiga periode keanggotaan 2014-2019, DPR berupaya menghindari over regulated. Karena itu perencanaan legislasi di DPR hendaknya tidak hanya bertumpu pada sejumlah RUU yang ditargetkan. “Pemerintah perlu mengevaluasi bentuk Prolegnas yang selama ini masih menitikberatkan pada jumlah,” ujarnya.

Baca juga:  Soal Pansus Angket KPK, Putusan MK Tak Akan Ubah Rekomendasi DPR

Dalam pelaksanaan fungsi legislasi pada Tahun Ketiga 2016-2017, DPR telah menyelesaikan pembahasan sebanyak 17 (tujuh belas) rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang (UU). Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sidang sebelumnya yang menyelesaikan 16 (enam belas) RUU. Meskipun meningkat, kita dituntut untuk terus bekerja keras agar target Prolegnas tercapai.

Selain itu kata Novanto, kinerja legislasi DPR juga dipengaruhi oleh politik legislasi pemerintah dan semangat dalam proses penyelesaiannya. Untuk itu, diperlukan sinergitas antara DPR dan Pemerintah dalam melaksanakan Prolegnas sehingga capaian kinerja legislasi akan meningkat setiap tahun, baik kuantitas maupun kualitas.

Baca juga:  Lima Anggota BPK Periode 2024-2029 Disetujui DPR RI

Beberapa RUU yang belum selesai dalam tahap pembahasan di DPR antara lain disebabkan terjadinya perbedaan pendapat terhadap substansi RUU yang sangat mendasar, baik antar-fraksi maupun antara DPR dan Pemerintah, bahkan antar-wakil Pemerintah dari beberapa kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang terlibat dalam pembahasan bersama DPR.

Pengambilan keputusan melalui suara terbanyak, meski dimungkinkan, merupakan pilihan terakhir, karena sedapat mungkin pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah mufakat sebagai cerminan semangat dan jiwa bangsa Indonesia.

Baca juga:  Dua Fraksi Koalisi Pendukung Belum Satu Suara dengan Pemerintah

Sementara itu dalam fungsi anggaran 2018, dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun 2018, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018 untuk kesejahteraan rakyat. Salah satunya melalui alokasi dana desa pada tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun, meningkat 188,93 persen dibandingkan tahun 2015 yang merupakan tahun pertama dialokasikannya dana desa.

Sedangkan dalam fungsi pengawasan DPR pada Tahun Sidang 2016-2017 dilakukan melalui rapat dan kunjungan kerja. Baik pada masa reses maupun kunjungan kerja spesifik berdasarkan isu yang berkembang. Fungsi pengawasan sangat dinamis sesuai dengan perkembangan dan kondisi di masyarakat. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *