Reklamasi
Orasi dalam aksi demo Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa olah masa ForBali bersama Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi di depan kantor Gubernur Bali, Rabu (30/8). (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Perjuangan menolak reklamasi Teluk Benoa masih belum berakhir. Terbukti, massa ForBALI dan Pasubayan Desa Pakraman/Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa kembali melakukan aksi demo di depan Kantor Gubernur Bali, Rabu (30/8). Penolakan akan terus didengungkan, setidaknya hingga 25 Agustus 2018 yang menjadi batas waktu berakhirnya perpanjangan ijin lokasi PT. TWBI.

“25 Agustus 2017 adalah tahun pertama untuk perpanjangan ijin lokasi PT. TWBI dan kita harus bertahan sampai 25 Agustus 2018. Kita harus bertahan jangan sampai keluar ijin amdal, terutama yang di pesisir,” ujar Koordinator ForBALI, I Wayan “Gendo” Suardana dalam orasinya.

Menurut Gendo, ijin lokasi PT. TWBI sebetulnya sudah berakhir pada 25 Agustus 2016 lalu. Namun pada saat investor ini mengajukan perpanjangan ijin lokasi, ternyata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memilih untuk tidak menjawab permohonan itu. Menurut Undang-undang, menteri berarti setuju dengan perpanjangan ijin lokasi selama dua tahun. Kendati, ijin lokasi hanya dapat diperpanjang satu kali saja. “Kalau kita bisa bertahan sampai 25 Agustus 2018, ijin lokasinya tidak akan diperpanjang lagi. Maka otomatis rencana reklamasi Teluk Benoa batal,” jelasnya.

Baca juga:  APBD Kabupaten Juga Diharap Alokasikan Anggaran untuk Satgas Gotong Royong

Gendo meyakini, keputusan desa adat yang menolak reklamasi Teluk Benoa tidak gampang untuk dibolak-balik. Terutama 15 dari 39 anggota Pasubayan yang merupakan desa adat penyangga di daerah pesisir. Artinya, desa adat penyangga inilah yang nanti paling terdampak langsung reklamasi Teluk Benoa mulai dari pesisir Tanjung Benoa hingga Serangan.

Koordinator Pasubayan, I Wayan Swarsa mengatakan, aksi turun ke jalan yang dilakukan Pasubayan dan ForBALI sebagai pemegang mandat teknis merupakan bentuk sikap. Sekaligus pembuktian bahwa gerakan penolakan reklamasi Teluk Benoa tidak pernah mengenal kata menyerah dan mati. Pihaknya tidak akan tinggal diam selama masih ada upaya untuk merusak Teluk Benoa sebagai kawasan penampung air terbesar di Bali selatan dengan adanya pulau-pulau buatan hasil reklamasi. “Penolakan reklamasi Teluk Benoa yang kami lakukan ini menjadi bukti yang sangat kuat bahwa selama ini kajian sosial budayanya ada yang tidak benar dalam Amdal itu,” ujar Bendesa Adat Kuta ini.

Baca juga:  Antisipasi Perlambatan Ekonomi, Bali Disarankan Lakukan Ini

Swarsa menambahkan, perjuangan menolak reklamasi Teluk Benoa tidak pernah dianggap sebagai beban. Sebaliknya justru dinikmati lantaran perjuangan memang muncul dari dalam jiwa. Itu sebabnya, aksi turun ke jalan lebih banyak di isi dengan atraksi seni dan budaya. Seperti ada penampilan barong bangkung. Imbasnya, aksi Pasubayan dan ForBALI selalu berjalan terkendali tanpa harus kehilangan semangat perjuangannya.

“Ini kan atraksi budaya, jadi kita memang isi aktivitas turun ke jalan itu dengan sesuatu yang membangkitkan semangat jengah kita bahwa perjuangan penolakan reklamasi ini adalah memang perjuangan rakyat Bali dengan jiwa adat Balinya,” jelasnya.

Menurut Swarsa, pergerakan ini juga untuk memberi masukan kepada Presiden Joko Widodo sehingga dapat melihat bahwa gerakan tolak reklamasi memang ada. Terlebih, surat penolakan dari masing-masing desa adat, komunitas, sekaha teruna, musisi, budayawan dan lainnya sudah diserahkan secara resmi kepada Presiden. Pasubayan bahkan sudah datang ke istana negara, kementrian terkait, serta bertemu dengan Komisi IV DPR RI. Namun sampai saat ini, presiden masih juga belum bersikap dengan membatalkan reklamasi dan mencabut Perpres No.51 Tahun 2014.

Baca juga:  Kasus Pungli Diduga Libatkan Desa Adat

“Kami memperkirakan bahwa bapak presiden juga mempertimbangkan banyak hal. Tapi penolakan ini riil, masyarakat tidak mengenal ada upacara tetap datang. Bagaimana bendesa adat juga menyertai masyarakatnya. Ini menjadi bukti kuat bahwa reklamasi betul-betul tidak diinginkan di Teluk Benoa,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Satpol PP Provinsi Bali I Made Sukadana mengaku sudah mendengar aspirasi dari ForBALI dan Pasubayan. Kendati sebetulnya, urusan reklamasi Teluk Benoa sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Utamanya terkait dengan pencabutan Perpres No.51 Tahun 2014 yang mengubah kawasan konservasi Teluk Benoa menjadi kawasan pemanfaatan umum dan boleh direklamasi.

“Aspirasi yang disampaikan kita dengar saja dulu. Nanti disampaikan ke Bapak Gubernur. Sebentar saja saya SMS,” ujarnya singkat. (kmb32)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *