AMLAPURA, BALIPOST.com – Keamanan pintu masuk Bali terus menjadi fokus jajaran kepolisian. Ini dilakukan karena Bali terus menjadi sasaran utama kelompok radikal bertindak. Tak mau kecolongan, polisi terus melibatkan berbagai pihak, salah satunya adalah nelayan di seluruh bibir pantai di Karangasem. Sebagai bentuk kewaspadaan, nelayan diminta segera memberikan informasi kepada pihak kepolisian, bilamana melihat berbagai bentuk peristiwa, orang maupun benda yang mencurigakan, saat beraktivitas dibibir pantai maupun di tengah laut.
Seperti yang dilakukan Satuam Polisi Perairan (Sat. Polair) Polres Karangasem, Jumat (1/9), seluruh nelayan di Desa Seraya Timur, dikumpulkan untuk diberikan pengarahan. Puluhan nelayan yang tergabung di dalam Kelompok Nelayan Suka Makmur itu, diminta proaktif menjaga keamanan bersama-sama, untuk menghadapi gerakan radikal yang terus mencari cara untuk masuk dan berulah di Bali. Nelayan setiap hari beraktivitas di bibir pantai dan di tengah laut, tentu paling tahu apa saja hal mencurigakan yang terjadi di sekitarnya.
Tetapi, kuncinya adalah nelayan jangan acuh tak acuh, namun harus semakin sensitif dengan kondisi situasi di sekitarnya. Masuknya orang maupun barang terlarang akan dengan mudah diketahui nelayan. Para nelayan kini memegang peran penting, karena gerakan radikal diduga mengubah strategi masuk ke Bali dengan masuk melalui jalur-jalur tikus. Menyusul pintu-pintu masuk Bali seperti Pelabuhan Padangbai dan lainnya, penjagaannya semakin diperketat. “Kalau sudah ketemu yang mencurigakan, cepat lapor. Sisanya biar kami yang tangani,” kata Kasat Polair Polres Karangasem, AKP I Made Wartama.
Selain persoalan terorisme, dia juga menegaskan perihal penanganan saat nelayan atau warga mengalami musibah di tengah laut. Para korbannya kerap harus meregang nyawa, karena penanganan terlambat, lantaran tidak tahu harus melapor kemana. Nelayan tidak perlu bingung. Yang pertama harus dihubungi adalah polisi, khususnya Sat Polair. Dengan fasilitas yang ada, pihaknya menegaskan Sat Polair akan segera merapat dan memberikan pertolongan pertama. Terlebih, korbannya tidak hanya warga lokal. Tetapi, juga sering tamu asing.
“Demikian juga bagi warga yang kehilangan alat-alat, seperti mesin tempelnya. Jangan didiamkan. Harus segera dilaporkan. Agar, tidak semakin banyak nelayan jadi korban. Saya sudah dengar itu,” tegas Wartama saat bertatap muka dengan puluhan nelayan Seraya Timur di Wantilan Pantai Tabia.
Tidak kalah penting, adalah keselamatan nelayan. Belakangan sudah semakin banyak nelayan jadi korban keganasan alam. Ini terjadi, karena nelayan sering memaksakan diri untuk melaut di tengah cuaca buruk. Pihaknya meminta sekali lagi, agar jangan pernah memaksakan diri ketika cuaca sudah tidak bersahabat. Mestinya nelayan sudah lebih tahu, kapan harus melaut dan kapan harus menunda. Wartama memahami, ini menjadi masalah ekonomi, karena nelayan harus melaut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tetapi, di atas kebutuhan sehari-hari, keselamatan diri sendiri jauh lebih penting.
Ketua Kelompok Nelayan Suka Makmur, I Nengah Suladri, mengaku siap bekerja sama dengan pihak kepolisian. Jumlah anggotanya mencapai 40 orang, selama ini sudah menjalin hubungan baik dengan pihak kepolisian. Pihaknya sepakat, gerakan terorisme harus dilawan bersama-sama. Semua kalangan masyarakat harus sama-sama waspada. Tidak hanya nelayan, tetapi juga masyarakat lainnya di lingkungan masing-masing. Dengan demikian, ruang gerak mereka akan semakin sempit dan Bali akan menjadi lebih aman. “Dengan adanya tatap muka seperti ini, kami jadi tahu harus berbuat apa dan menghubungi siapa,” kata Suladri.
Mengenai keselamatan saat melaut, dia mengakui cuaca belakangan kerap buruk. Dia mengaku sudah meminta anggotanya agar tidak memaksakan diri. Tetapi, itu kembali ke pribadi nelayan masing-masing. “Cuaca kadang memang sulit di tebak. Dari bibir pantai terlihat bagus, tetapi sampai di tengah malah terjadi gelombang tinggi,” ujarnya. (bagiarta/balipost)