AMLAPURA, BALIPOST.com – Puluhan telur penyu hijau belakangan makin sering ditemukan menetas di Pantai Candidasa, Desa Adat Bugbug. Untuk menjaga keselamatannya, nelayan setempat bekerja sama dengan KSDA Karangasem, Sat Polair Polres Karangasem dan pihak Desa Adat Bugbug, mengamankan tukik ini dan menyimpannya di sebuah gudang.
Setelah memastikan kesehatannya, puluhan tukik itu baru dilepas bersama dan memastikannya sampai ke tengah laut. Terakhir, pelepasan puluhan tukik dilakukan Sabtu (2/9).
Salah satu nelayan dari Kelompok Nelayan Sri Baruna, Made Sudana, mengatakan jumlah tukik yang akan dilepas kali ini sebanyak 58 ekor. Tukik ini dikemukan menetas, Jumat (1/9) oleh nelayan setempat.
Untuk memastikan keselamatannya, nelayan setempat memindahkannya ke sebuah gudang penangkaran dan menyampaikannya kepada prajuru adat, polisi dan KSDA Karangasem. “Penyu memang sering bertelur disini sejak dulu. Tetapi, dulu telurnya sering hilang diambil warga. Sekarang, setelah warga semakin tahu dan paham kalau hewan ini dilindungi berkat penjelasan dari KSDA dan polisi, setiap telur menetas akan langsung diamankan, untuk memastikan keselamatannya,” kata Made Sudana.
Penyu hijau ini biasanya naik ke bibir pantai untuk bertelur saat malam hari atau menjelang pagi. Nelayan setempat sering menemukannya saat bertelur. Satu penyu dewasa bisa bertelur sampai 500 butir.
Setelah mengetahui, kalau hewan ini dilindungi nelayan setempat sering memindahkan telur-telur itu tempat yang aman, agar tidak kena air laut. Sehingga, nantinya bisa menetas dengan baik. Telur penyu biasanya menetas setelah 40 hari, asalkan suhu di lingkungannya tetap terjaga.
Ketua KSDA Karangasem I Gusti Bagus Suteja, mengatakan konservasi ini menjadi salah satu upaya KSDA Karangasem untuk menjaga kelestarian penyu hijau. Setelah mengetahui belakangan penyu hijau kerap bertelur di pantai itu, pihaknya langsung melakukan pendekatan terhadap warga dan prajuru adat, agar bersama-sama melindungi penyu hijau ini.
Beberapa fasilitas penunjang pun langsung dipasang di sekitar pantai, seperti papan pengumuman, agar warga sekitar lebih paham perihal penyu hijau. “Tidak hanya mengkonservasi, tetapi ini juga sekaligus mengedukasi warga sekitar. Tukik ini kini juga menjadi salah satu daya tarik wisata di Pantai Candidasa,” kata Suteja, seraya menegaskan pihaknya juga kerap melakukan patroli di sejumlah tempat perkembangbiakan penyu hijau ini.
Sejak warga sekitar mengetahui bahwa penyu hijau ini hewan di lindungi, tercatat sudah tiga kali dilakukan pelepasan tukik bersama di Pantai Candidasa. Pertama, pelepasan tukik di pantai yang sama dilakukan 11Juli lalu, oleh Kapolres Karangasem, AKBP Wayan Gede Ardana, didampingi Kasat Polair AKP I Made Wartama bersama warga sekitar, nelayan dan wisatawan asing yang menginap di Hotel Puri Bagus Candidasa.
Jumlahnya saat itu mencapai 32 ekor. “Penyu hijau dilindungi karena langkanya. Pasca penemuan ini kita sudah perintahan jajaran Polair untuk mengintensifkan pemantauan di sepanjang Pantai Candidasa. Jangan sampai tukik-tukik yang baru menetas jatuh ke tangah orang tak bertanggungjawab,’’ kata Kapolres.
Pelepasan kedua, dilakukan 8 Agustus lalu di lokasi yang sama. Tukik-tukik itu kemudian langsung dilepas prajuru Desa Adat Bugbug bersama BKSDA Karangasem dan Sat Polair Polres Karangasem. Tukik penyu hijau sebagai salah satu spesies hewan dilindungi ini, sering memilih garis pantai ini sebagai tempat berkembang biak.
Ini menjadi daya tarik tersendiri di lokasi kawasan pariwisata ini, hingga membuat tukik penyu hijau menjadi ikon baru di Candidasa. Warga sekitar kerap kali baru sadar ketika telur penyu ini sudah menetas dan tukik berusaha susah payah merangkak ke garis pantai dan berenang ke tengah laut.
Klian Desa Adar Bugbug Jro Wayan Mas Suyasa, menegaska n komitmen desa adat sudah sejalan dengan upaya KSDA Karangasem dan Sat Polair Polres Karangasem. Prajuru desa adat juga sudah menegaskan kepada warga agar bersama-sama melindungi penyu hijau dari perburuan liar. “Kalau ada warga yang menemukan penyu hijau, pasti akan langsung dibawa ke tengah laut. Demikian juga tukik. Penyu itu melambangkan kurma awatara. Kami di desa adat kalau membutuhkan untuk upacara, penyu itu akan datang sendiri,” tegasnya. (Bagiartha/balipost)