DENPASAR, BALIPOST.cpm – Ida Bagus Rai Patiputra, mantan hakim yang dinyatakan menghalangi penyidikan dalam kasus tindak pidana korupsi, Rabu (6/9) diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar. Jaksa penuntut umum (JPU) Hari Soetopo dan Rika Ekayani di hadapan majelis hakim pimpinan I Wayan Sukanila, dalam surat dakwaanya menyatakan bahwa terdakwa pada September 2014 di Jalan By Pass Prof. Mantra, persisnya di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, melakukan pelanggaran. Yakni dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan terhadap tersangka perkara korupsi.
Yakni, kata jaksa, terdakwa IB Rai Patiputra menguasai serta mendirikan bangunan seluas 200 m2 di atas tanah yang menjadi sitaan Kejati Bali, dalam perkara korupsi atas nama terpidana Made Bawa. Jaksa menambahkan, atas dua bidang tanah yang juga sudah disita dengan memasang pelang sitaan itu, juga sudah dilakukan pemblokiran sertifikat pada 3 Februari 2015. Pemblokiran dilakukan oleh I Wayan Suraja selaku Kepala BPN Gianyar.
Jaksa juga menjelaskan bahwa terdakwa menguasai tanah itu berdasarkan SK Bupati Gianyar No. 577/01-H/HK/2013 tertanggal 9 November 2013, tentang pemberian izin menggarap atas aset Pemerintah Provinsi Bali.
Kata jaksa, dengan adanya bangunan di atas tanah milik Kementrian PU itu, Satker PJN Metropolitan Denpasar keberatan dan bersurat ke Bupati Gianyar tentang peninjauan kembali SK bupati itu. Namun oleh Bupati Gianyar surat itu dijawab bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat izin menggarap dimaksud.
Jaksa mengatakan, setelah mempelajari substansi dari SK itu, ternyata SK izin menggarap tidak benar dari Bupati Gianyar. Namun perbuatan itu dilakukan Kasubag Tata Guna Tanah IB Nyoman Sukadana dan staffnya atas nama Nyoman Pasek Sumerta, dengan cara memalsu tandatangan Bupati AA Gede Bharata. Bahkan kedua orang tersebut telah menerbitkan 64 surat izin menggarap.
Untuk terdakwa Rai Pati, sebagaimana SK yang disebut SK palsu itu, diminta uang sewa kontrak berdasarkan Perda Retribusi Jasa Usaha Pemerintah Provinsi Bali No. 3 tahun 2011, sebesar Rp 20.096.000. Namun uang itu dipinjam oleh terpidana IB Nyoman Sukadana Rp 10 juta dan sisanya diambil terpidana Nyoman Pasek Sumerta, untuk kepentingan pribadinya.
Lebih lanjut dikatakan, JPU dalam surat dakwaanya, tanah yang menjadi obyek perkara dengan terpidana Made Bawa yang sudah dipasang pelang penyitaan Kejati Bali tidak dapat di eksekusi. Terdakwa IB Rai Pati tetap membangun pagar pembatas keliling serta mendirikan bangunan berbentuk gudang dengan pondasi dan tiang yang kokoh. “Saat penyidik dan JPU akan melakukan pemeriksaan objek dihalangi oleh terdakwa. Begitu juga saat melakukan proses penuntutan hingga eksekusi,” tandas jaksa.
Atas perbuatannya, Rai Pati dijerat pasal 21 UU Tipikor dalam dakwaan primer, dan pasal 23 UU yang sama dalam dakwaan subsider. Sementara IB Rai Pati usai sidang tetap ngotot tidak mau disalahkan dalam perkara ini.
Rai Pati mengatakan bahwa dia sempat menghadap ke kantor gubernur, karena mendapat informasi dari DPRD Bali bahwa tanah Provinsi Bali harus dioptimalkan dan disewakan. “Tahun 2013 saya tanya ke BPN, benarkah ada tanah di Gianyar,” tandas IB Rai Patiputra.
Akhirnya terjadi sewa dan uangnya masuk kas negara. Tetapi, kata dia, uangnya dikorupsi. “Saya tanyakan ke jaksanya, yakni Herdian, disebutkan bahwa uangnya sudah masuk kas daerah. Walau saya rakyat kecil saya berhasil membiayai Pemda Gianyar dalam pembangunan,” tegas Rai Pati.
Soal bangunan, Rai Pati mengatakan bahwa bangunan yang dia bangun semi permanen. Bukan permanen. “Karena sesuai SK Bupati Gianyar disebut boleh membangun tidak permanen. Saya juga minta izin ke penyanding. Memang Kepala Desa tidak mau tandatangan karena belum ada ijin dari atasannya Sekda Gianyar,” jelas Rai Pati. (miasa/balipost)