AMLAPURA, BALIPOST.com – Warga Banjar Lebah, Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, Karangasem, menyikapi secara serius aksi pengeroyokan yang menimpa dua orang warganya. Melalui rapat luar biasa Selasa (5/9) malam, mereka ngotot melarang pelaku Alexander Bernadus C. Hock (73) dan anaknya berinisial AC (17) menginjakkan kaki lagi di desa meraka. Setelah masalah hukumnya tuntas, warga bahkan bahkan mendesak pemerintah mendeportasi kedua bule Belanda itu ke negaranya.
Selain warga dan prajuru Banjar Lebah, rapat luar biasa tersebut juga dihadiri prajuru Desa Pakraman Culik yang mewilayahi Banjar Adat Lebah. Selain itu juga ada Perbekel Nawakerti I Nengah Karyawan dan Kapolsek Abang, AKP Nengah Sugita Yasa.
Ada empat poin penting yang menjadi hasil dari rapat luar biasa tersebut. Selain permintaan deportasi dan proses hukum bagi kedua pelaku, warga juga minta kadus, prajuru banjar adat dan desa adat serta pemerintah desa segera membekukan usaha vila yakni Vila Pondok Laut milik istri pelaku. Meski mendesak penutupan vila milik istri pelaku, warga berjanji tidak akan melakukan aksi balas dendam dan aksi-aksi lain yang dapat dikategorikan melanggar hukum.
Seperti diberitakan, kedua pelaku menganiaya bapak-anak I Wayan Sudarma Alit (41) dan I Gede Sudarma Yasa (19), Senin (4/9) sore lalu. Mereka diserang saat sedang memindahkan tumpukan bambu yang sebelumnya ditempatkan di pinggir jalan raya Amed, di seberang Vila Pondok Laut milik istri pelaku.
Kedua pelaku menyerang tanpa alasan yang jelas hingga membuat mulut kedua korban berdarah. Pada kejadian tersebut, keduanya pelaku nyaris diamuk massa sebelum diselamatkan aparat Polsek Abang. Warga beringas karena aksi tak simpatik pelaku bukan kali itu saja. Sebelumnya keduanya sudah sering berulah, mengancam-ngancam warga hanya karena persoalan sepele.
Perbekel Purwakerti, I Nengah Karyawan, Rabu (6/9), mengatakan warga Lebah dan Purwakerti tidak menutup diri terhadap kejadiran investor. Tapi, menurut dia, kehadiran pelaku di wilayah Amed telah menimbulkan keresahan sehingga pihaknya tak menyalahkan jika ada aspirasi seperti itu dari warganya.
‘’Terima kasih atas langkah kepolisian yang sudah melakukan upaya hukum terhadap pelaku. Tindakan kepolisian juga telah menyelamatkan pariwisata Amed dari aksi-aksi anarki yang bisa saja terjadi dari kasus ini. Namun mengenai deportasi dan penutupan tempat usaha milik pelaku, bukan ranah kami ataupun polisi,’’ katanya.
Senada dengan itu, Kapolsek Sugita Yasa juga mengatakan pihaknya memusatkan perhatian pada proses hukumnya. Dan, menurut dia, proses itu kini sudah berjalan di mana kedua pelaku dijerat dengan pasal pengeroyokan, Pasal 170 KUHP juncto 55 KUHP.
DPRD Karangasem juga ikut bereaksi. Ketua Komisi I, I Gede Bendesa Mulyawan, mendesak Pemkab tidak tinggal diam. Wakil rakyat dari dapil Abang itu mengatakan aktivitas WNA harus disikapi serius sehingga kehadiran mereka tidak menjadi biang masalah di masyarakat. ‘’Kami juga akan segera turun untuk mengecek duduk persoalan yang ada,’’ ucapnya.
Anggota Komisi I, I Wayan Sumatra, menilai, permasalahan seperti yang terjadi di Amed juga disebabkan oleh sikap pemerintah yang terlalu longgar terhadap WNA. Untuk menghindari kejadian serupa, pihaknya mendesak pemerintah selektif dan melakukan inventarisasi terhadap setiap usaha yang melibatkan warga asing. ‘’Pastikan status WNA tersebut, apakah visanya visa kerja, wisata, khusus atau lainnya. Selanjutnya lakukan penertiban sesuai ketentuan yang berlaku,’’ tegasnya. (kmb/balipost)