NEGARA, BALIPOST.com – Rapat Tim Yustisi terkait penutupan kafe-kafe di Desa Delodberawah digelar Senin (11/9) di Kantor Kecamatan Mendoyo. Dalam rapat yang dihadiri pihak desa diantaranya Perbekel, Bendesa, klian banjar dan klian dinas itu disepakati untuk penutupan kafe-kafe di desa tersebut sesuai permintaan warga.
Penindakan segera dilakukan dan untuk awalnya, Satpol PP Jembrana akan memanggil seluruh pemilik kafe guna membuat perjanjian operasinal kafe selama setengah bulan (15 hari). Bila hal ini tidak dipatuhi, maka tim yustisi akan turun tangan melakukan penutupan paksa.
Rapat Tim Yustisi yang terdiri dari Satpol PP, Polres Jembrana, Kodim 1617/Jembrana dan Kejaksaan Negeri Jembrana tersebut dipimpin Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Jembrana, Made Wisarjita. Sejatinya terkait penutupan kafe-kafe ini sudah lama ingin dilakukan karena secara tidak langsung memunculkan citra negatif bagi Delodberawah di mata masyarakat.
Perbekel Delodberawah, Made Rentana menyebutkan keberadaan kafe ini lebih banyak dampak negatifnya. Menurutnya banyak peraturan desa yang dilanggar dan dampak sosial keamanan serta sosial.
Padahal sebelumnya di awal berdiri, para pemilik kafe sejalan dengan pemerintah desa dinas maupun desa adat termasuk masyarakat. Namun, saat ini sudah banyak aturan yang dilanggar oleh pemilik kafe. Bahkan ada anak dibawah umur yang dipekerjakan sebagai cewek kafe.
Para pemilik kafe juga tertutup ketika dimintai data terkait tenaga yang dipekerjakan. Sehingga desa pun tidak mengetahui data pasti penduduk pendatang yang bekerja di kafe. Begitu halnya dengan minuman keras dan narkoba. Aturan tidak bisa ditegakkan menurutnya karena ada oknum masyarakat yang menjadi pembela dari pemilik kafe-kafe tersebut. Desa sejatinya tidak melarang membuka usaha, namun menurutnya harus seuai aturan, memiliki legalitas dan tidak ada esek-esek. Karena dampak itulah, kini masyarakat Desa Delodberwah sepakat menutup kafe. Sementara itu, Bendesa Delodberawah, I Nengah Milodana mengharapkan agar penutupan kafe ini tidak menimbulkan konflik di masyarakat.
Sementara itu Wisarjita seusai rapat mengatakan dengan adanya kesepakatan ini maka sudah mulai dilakukan penindakan. “Bukan membongkar atau menggusur. seluruh pemilik kafe dipanggil dan diminta untuk menutup dengan batas waktu. Tapi juga harus ada komitmen dari desa dinas dan desa adat untuk penutupan ini,” terangnya.
Sebagian besar kafe merupakan tanah kontrak dan bangunan dibangun pengelola kafe sendiri. Pemilik kafe diberikan waktu 15 hari untuk menghentikan operasional dan mengosongkan kafe. Pemerintah selanjutnya akan melakukan penataan
Kabagops Polres Jembrana Kompol Mahfud Didik Wiratmoko menambahkan aparat mendukung kesepakatan penutupan kafe ini. Polres akan membantu pengamanan apabila muncul gesekan yang menimbulkan konflik. Tetapi penutupan ini hendaknya juga dipikirkan matang, karena menyangkut masyarakat. (surya dharma/balipost)