JAKARTA, BALIPOST.com-Rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) yang akan dibentuk Polri ditanggapi dingin Kejaksaan Agung. Keengganan Kejagung ikut dalam Densus Tipikor karena sejumlah pertimbangan.
Hal tersebut mengemuka dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di ruang rapat Komisi III Gedung Nusantara II, DPR, di Jakarta, Senin (11/9).
Prasetyo membeberkan alasan keenggannnya. Pertama, karena Kejagung telah membentuk Satuan Tugas Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK). Kedua, rencana pembentukan Densus Tipikor bisa menimbulkan tumpang tindih dan berpotensinya terjadinya degradasi antar institusi penegak hukum.
Salah satu tawaran Polri kepada Kejagung karena lembaga Korps Adhyaksa tersebut memiliki kewenangan penuntutan yang tidak dimiliki Kepolisian yang hanya memiliki kewenangan penyelidikan dan penyidikan. Hingga saat ini, hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki kewenangan penyelidikan, penyidikan, sekaligus penuntutan.
Prasetyo menjelaskan, Densus Tipikor yang akan dibentuk dengan menggabungkan tiga lembaga penegak hukum yang menangani kasus korupsi. Dia mengatakan tidak setuju dengan rencana tersebut. “Jangan digabung tiga lembaga ini. Kami khawatir dengan adanya ini akan terjadi tumpang tindih kooptasi dan terdegradasinya satu sama lain institusi penegak hukum yang ada,” kata Prasetyo.
Menurut Prasetyo, sikap tersebut disampaikan ketika Polri mengundang Jaksa Agung Muda untuk melakukan rapat bersama membahas masalah Densus Tipikor ini.
Meski hanya memiliki kewenangan penuntutan, tetapi soal kinerja Prasetyo mengklaim kejaksaan menyelesaikan kasus korupsi lebih banyak dibanding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam satu tahun terakhir. “Dari pernyataan ICW (Indonesia Corruption Watch) sendiri selama 2016-2017 kejaksaan mampu menyelesaikan kasus korupsi jauh lebih banyak dari penegak hukum lain, termasuk KPK,” kata Prasetyo.
Prasetyo mengatakan ide pembentukan Densus Tipikor harus dipikirkan matang-matang. Dia mengakui ide baik untuk menghindari adanya hambatan dalam proses penuntutan dari perkara yang ditangani Polri. “Jadi tidak perlu khawatir berkasnya nanti bolak-balik. Memang pemberantasan hukum korupsi sekarang makin pelik. Terutama dengan adanya putusan MK bahwa pidana korupsi itu delik formil bukan lagi materil. Harus ada dulu kerugian negaranya,” kata dia.
Namun, Prasetyo menegaskan Kejaksaan sudah memiliki satuan tugas tipikor. Oleh karena itu pihaknya akan memaksimalkan satuan tugas tersebut. “Semakin banyak institusi atau lembaga penegak hukum yang dispesialkan untuk memberantas korupsi, semakin bagus. Biar semuanya tertangani dengan baik,” kata Prasetyo.
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo meluruskan rencana pembentukan Densus Tipikor yang seolah ingin menyamai kewenangan KPK yang memiliki semua kewenangan baik penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan.
Menurut Bambang ada salah persepsi dengan rencana pembentukan Densus Tipikor ini, karena Komisi III sendiri sebenarnya menginginkan adanya pemisahan antara penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
“Kami ingin justru ada pemisahan. Jadi yang melidik sidik, nggak boleh menuntut. Harus dipisah. Tapi memang harus diatur agar mekanismenya tidak main-main. Maka ini ada missunderstanding soal Densus Tipikor. Karena kami justru ingin ada pemisahan. Kalau tidak ada pemisahan ya berjalan seperti sekarang ini,” kata Bambang.(hardianto/balipost)