PURBALINGGA, BALIPOST.com – Perang yang satu ini tak menakutkan, bahkan menyenangkan dan seru. Yang ingin bergabung, silakan datang ke Desa Wisata Serang, Kecamatan Karangreja Purbalingga, 21-23 September 2017.
Di sana, Anda bisa menikmati aksi saling lempar tomat seperti di Festival Lat Tomanina di Bunoi Spanyol. “Namanya Festival Gunung Slamet 2017. Nanti ada perang tomat seperti di Spanyol,” kata Sri Kuncoro, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga, Minggu (10/9).
Sama seperti La Tomatina, di Festival Gunung Slamet 2017, semua pengunjung diperbolehkan melemparkan tomat ke orang lain tanpa ampun. “Perang buah tomat ini akan menjadi tontonan unik bagi wisatawan. Mirip dengan even di Bunoi, Spanyol, tapi skupnya lebih kecil. Di Desa Serang, tomat yang disediakan tiga kwintal,” kata Sri Kuncoro.
Nantinya, perang tomat Purbalingga dilakukan di dalam kolam. Setiap kelompok yang diisi 15 orang diberi jatah tiga kantung tomat. Permainan babak pertama berlangsung sekitar sepuluh menit. Setelah itu semuanya berpindah tempat.
Pada babak kedua, setiap regu kembali diberi tomat tiga kantung. “Perang tomatnya asyik dan seru, kita bisa bergembira sambil melempar tomat ke lawan. Kalau kena pun tidak sakit karena tomat yang dipakai sudah ranum,” ujarnya.
Sampahnya? Tak dibiarkan begitu saja. Selesai acara, sampah tomat yang berserakan dikumpulkan warga untuk dimanfaatkan menjadi kompos. Dari tanah kembali ke tanah, akhirnya menjadi rabuk yang menyuburkan tanaman dan harapan. Tidak ada yang mubazir.
Ajang perang tomat ini merupakan satu rangkaian even FGS 2017. Sebelumnya, FGS diawali dengan dengan pelaksanaan Ritual Air Tuk Sikopyah. Ini merupakan ritual dimana 777 warga membawa tempat air dari bambu yang disebut “lodhong.
“Harus 777 karena angka tersebut pada bahasa Jawa disebut pitungatus pitungpuluh pitu. Maksudnya agar mendapatkan pitulungan atau
pertolongan. Jadi, ritual ini sebagai bentuk permintaan pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar para pemimpin dan masyarakat
Purbalingga diberikan kekuatan untuk membangun Purbalingga,” paparnya.
Setelah didoakan sesepuh desa setempat, para pembawa lodhong menuju mata air Sikopyah yang berjarak sekitar 1,2 kilometer dari dukuh itu. Air dalam lodhong setelah didoakan di Masjid, kemudian disemayamkan di balai desa hingga Sabtu (23/9) untuk dibawa ke kawasan wisata Lembah Asri yang juga berada di desa tersebut.
Jarak dari titik pemberangkatan menuju balai desa mencapai 3 kilometer. “Malam harinya digelar acara dopokan bareng serta pentas musik keroncong, juga ada pentas seni kuda lumping dan Akustik Gunung yang menghadirkan artis ibukota.
Atraksi unik ini ikut dikomentari Menpar Arief Yahya. Layangan pujian langsung diarahkan untuk Purbalingga yang serius menggarap pariwisata daerahnya. “Culture values harus ada tiap daerah. Yang juga harus penting itu harus ada economic valuesnya. Budaya harus selalu dilestarikan dan dapat memberikan efek ekonomi dan kesejahteraan kepada masyarakat,” kata Menpar Arief Yahya. (kmb/balipost)