Suasana pelaksanaan Karya Agung Penyegjeg Bhumi di Pura Gria Tegallalang, Selasa (12/9). (BP/dir)
GIANYAR, BALIPOST.com – Desa Pakraman Tegallalang, Gianyar menggelar karya agung Penyegjeg Bhumi di Pura Griya Desa Adat Tegallalang. Prosesi karya ini dimulai sejak 23 Juni 2017 yang diawali dengan nunas suba dewasa. Karya yang didukung oleh tujuh banjar adat di wilayah Desa Pkaraman Tegallalang ini puncaknya digelar Selasa (12/9).

Sedangkan, Sabtu (9/9) dilangsungkan tawur pedanaan di jaba pura. Tawur pedananan dengan tingkatan utamaning utama ini di puput oleh tujuh sulinggih.

Menurut Bendesa Adat Tegallalang Drs. I Made Jaya Kasuma, M.M. didampingi Ketua (Manggala) I Karya Drs. I Wayan Mupu, M.Pd.H, karya agung ini bertujuan untuk mengharmoniskan alam dan mohon kesejahteraan bagi umat manusia. “Pelaksanan karya ini berdasarkan pemutus parum agung desa pakraman,” ujarnya.

Selama prosesi karya, tujuh banjar adat yang ada di wewidangan desa pakraman—Banjar Gagah, Pejengaji, Tegallalang, Triwangsa. Br. Tegal, Br. Tengah dan Banjar Penusuan terlibat dalam mempersiapkan dan melaksanakan semua rangkaian karya.

Baca juga:  Perayaan Hari Tumpek Wariga, Bupati Suwirta Ajak Masyarakat Jaga Keharmonisan dengan Alam

Manggala Karya Drs. I Wayan Mupu menambahkan sebelum puncak karya, telah dilakukan berbagai tahapan yadnya diantaranya ngaturang bhakti pakalem ke segara danu di Batur dan di Gunung Batur, melasti ke segara Masceti serta termasuk melakukan tawur Rsi Gana. Sedangkan, Jumat (8/9) dilakukan prosesi mendak Ida Batara Bagia di Pura Duurbingin, Tegallalang. “Sedangkan Sabtu kemarin krama adat melangsungkan bhakti tawur pedanaan yang dihadiri sejumlah undangan baik dari pemerintahan, jero mangku, tokoh puri dan sejumlah bendesa adat dan tokoh masyarakat,” jelasnya.

Drs. Wayan Mupu menjelaskan tawur pedananan ini melibatkan krama dari semeton catur desa yakni Desa Adat Keliki, Desa Adat Pujung Sari, Desa Adat Sapat dan Desa Adat Manuaba. Prosesi pedanaan ini dipuput oleh tujuh sulinggih yakni Ida Pedanda Yadnyamana dari Gria Aan Klungkung, Ida Pedanda Selat Duda, Ida Pedanda Gria Sanur, Pejeng, Ida Pedanda Gria Peling, Baleran dan Ida Pedanda Gria Peling, Delodan, Ubud, Ida Pedanda Budha Gunung Sari (Peliatan) dan Sri Mpu dari Gria Angkling.

Baca juga:  Dari PDIP Daftarkan Bacaleg hingga Artis Nyaleg

Dijelaskannya Ida Betara Tirta Gunung Raung, Taro dipendak sebagai betara pangrajeg. Ida Betara Tirta ring Pura Gunung Raung, Taro nyejer di Pura Gria. Dijelaskan pula, karya ini mendapat dukungan dari Puri Ubud, Puri Peliatan, Puri di wewidangan Tegallalang serta para bhakta. Sedangkan bantuan pemerintah datang dari Pemda Gianyar dan Provinsi Bali.

Bertindak selaku pangrajeg karya Panglinsir Puri Peliatan Tjokorda Gede Putra Nindia, SH, MH. dan Tjokorda Raka Kerthyasa,S.sos, M.Si dari Puri Ubud. Tjokorda Raka Kerthyasa mengatakan tawur pedanaan yng dilakukan krama Desa Pakraman Tegallalang ini sebagai bentuk bhakti krama untuk menjaga keharmonisan alam sekala dan niskala. Karya ini juga bentuk penguatan etika dan sradha bhakti dalam menjaga keharmonisan hubungan antara sesama krama. “Tawur pedanaan ini esensi untuk menjaga keharmonisan alam sekala dan niskala. Yadnya ini juga memupuk etika dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia dan manausia dengan Tuhannya,” jelasnya.

Baca juga:  Tabrakan di Depan Kantor Desa, Sekdes Keliki Tewas

Untuk itu, ia berharap ke depan umat Hindu tetap mengedepankan srada bhakati dan etika untuk menjaga keharmonisan di tanah Bali yang vibrasinya bisa menjaga keutuhan NKRI. (Dira Arsana/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *