DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Direktur RSUD Mangusada, dr. Agus Bintang Suryadhi, Rabu (13/9) duduk di kursi “panas” Pengadilan Tipikor Denpasar. Dia menjadi saksi untuk terdakwa I Ketut Sukartayasa (48), kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) RSUD Mangusada.
Di samping mantan pucuk pimpinan, juga bersaksi Made Nurija sebagai kepala bidang pelayanan, Ni Ketut Arnawati sebagai PNS RSUD Mangusada,
Nyoman Astawa selaku Dirut Asta Adi Karya.
Yang pertama duduk sebagai saksi adalah dokter Bintang. Di muka persidangan yang dipimpin Wayan Sukanila, saksi mengatakan bahwa dalam pengadaan alat kelengkapan rumah sakit itu dilakukan lelang sampai tiga kali. Saksi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengakui adanya dua kali gagal lelang. Lelang pertama gagal yang diikuti 31 rekanan. Kemudian lelang kedua juga gagal dan ketiga diikuti 30 peserta lelang dan dimenangkan oleh MMI (Mapan Medika Indonesia).
Hakim kembali menyodok mengapa MMI yang gagal ditahap pertama justeru akhirnya menjadi pemenang. Saksi mengatakan soal lelang dan penunjukkan pemenang sudah ada panitianya. Sehingga dia tidak tahu proses lelang tersebut.
Lantas, mengapa ini (pengadaan) ini ada masalah, ini bagaimana? dokter Bintang mengaku tidak tahu. Pun soal HPS, yang sedari awal digali hakim masih belum ada kejelasan. Yang jelas, MMI sebagai pemenang lelang sudah menerina haknya sebagai pemenang dan dibayarkan oleh bendahara.
Majelis hakim tipikor juga sempat menanyakan, apakah ada rekanan lain yang melakukan keberatan atau sanggahan? dokter Bintang mengatakan bahwa
terdakwa selaku ketua panitia pengadaan yang mengetahui hal itu.
JPU Wayan Suardi juga sempat menanyakan sejauh mana peran terdakwa menyusun anggaran? Saksi menjelaskan terdakwalah sebagai orang yang mengusulkan kebutuhan rumah sakit setelah menerima usulan dari unit-unit atau badan.
Kembali ke HPS, yang diduga menjadi awal masalah, dr Bintang mengaku tidak tahu soal HPS pada lelang pertama dan kedua. Ia hanya tahu soal HPS di lelang ketiga. “Karena HPS pada lelang ketiga dipaparkan dalam rapat,” bebernya.
JPU Suardi nyodok, masa Dirut RSUD selaku KPA tidak pernah dilaporkan soal HPS itu. Dokter Bintang lalu menuding PPK, dr Nurija yang membuat sendiri HPS yang akhirnya digunakan dalam lelang tersebut. Ia juga mengatakan tidak tahu soal pembuatan HPS tersebut.
Serangan jaksa itu cukup membuat dokter Bintang sempat terdiam. Bahkan dia sempat minta waktu sejenak memberikan keterangan soal stigma RSUD Mangusada. “Stigma RSUD Mangusada di masyarakat, adalah Puskemas raksasa, stigma Rumah Sakit Kapal Pesiar karena disebut sebagai rumah sakit pusat rujukan,” tandas Bintang. (miasa/balipost)