DENPASAR, BALIPOST.com – Kisruh pemasangan reklame branding sebuah lembaga komersial di Pantai Sanur, Denpasar, terus berlanjut. Setelah pihak desa adat Sanur keberatan, kini giliran Komisi III DPRD Denpasar gerah.
Para wakil rakyat ini gerah, karena ada izin yang keluar atas pemasangan raklame branding milik lembaga swasta. Padahal, dalam Perwali tentang reklame, tidak dibenarkan memasang raklame permanen di area publik. Karena itu, anggota Komisi III akan menelusuri proses perizinan tersebut.
Hal ini mengemuka dalam sidak yang dilakukan Komisi III DPRD Denpasar ke Pantai Sanur, Kamis (14/9). Sidak yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Wayan Mariyana Wandhira didampingi Ketua Komisi III Eko Supriadi diikuti sejumlah anggotanya, di antaranya Sekretaris Komisi III I.B.Mayun Komla Putra, I.B.Kiana, A.A.Ngurah Susruta Putra, Wayan Narsa, Wayan Suwirya, dan Ketut Budha, diterima Bendesa Desa Pakraman Sanur I.B.Paramartha, serta prajuru banjar adat se-Desa Paraman Sanur, Camat Densel, serta Kertha Desa Sanur.
“Jadi kami ingin tahu bagaimana kronologis perijinannya. Karena proses pengurusan perizinan harus ada mekanisme dan persyaratan yang dipenuhi. Nanti kami akan telusuri agar mendapatkan informasi yang jelas dan benar. Jangan sampai Dinas Perijinan mengeluarkan izin yang tidak benar atau melalui proses yang tidak benar,” ujarnya.
Namun demikian, melihat kondisi pemasangan reklame, pihaknya berpendapat bahwa pemasnagan reklame tersebut sudah tidak benar karena tidak sesuai dengan aturan. Oleh karenanya, pihaknya meminta instansi terkait untuk segera membongkar reklame tersebut.
“Kalau kami melihat dari keberadaan reklame itu dari tempatnya sudah tidak benar karena ada di pantai dan pantai ini merupakan area publik. Untuk itu kami minta segera dibongkar. Tetapi yang lebih penting, kenapa ini bisa keluar izinnya. Apakah betul itu diperbolehkan, ini akan kami telusuri lebih jauh,” ujarnya diamini Susruta Ngurah Putra.
Sementara wakil Ketua DPRD Denpasar, I Wayan Mariyana Wandhira mengatakan pihaknya mengetahui keresahan masyarakat terkait dengan pembangunan sarana promosi yang dibangun di ruang publik. Padahal hal tersebut tidak diperbolehkan, kecuali yang bersifat temporer. “Tetapi yang kami lihat, ini reklame ini tidak temporer. Tetapi anehnya kok bisa ada izinnya. Ini yang membuat kami kaget,” ujarnya.
Mengingat kondisi ini, pihaknya memastikan akan segera mengundang dinas terkait untuk memberikan penjelasan terkait hal ini dan meluruskan keresahan masyarakat. “Kami panggil instansi terkait dalam minggu ini agar kami mendapatkan jawaban. Dalam konteks ini siapa yang memberikan jaminan dan aturan mana yang dipakai landasan,” ujarnya.
Sementara Bendesa Pakraman Sanur, Ida Bagus Paramartha mengatakan masyarakat Sanur diresahkan dengan pemasangan reklame branding tersebut. Mengingat terkait pemasangan reklame tersebut, ada selentingan yang menyebutkan Desa Pakraman Sanur menerima uang Rp 1 miliar untuk pembangunan reklame tersebut.
“Mengenai kasus pemasangan reklame ini, kami telah melaksanakan aksi pesamuan agung. Pada intinya kami merasa berat sebagai bendesa Sanur karena hal ini sampai viral di facebook yang menohok kami menerima Rp 1 miliar rupiah dari yang memasang reklame,” ujarnya.
Pihaknya menjelaskan, terkait pemasangan reklame itu, ada oknum di Badan Usaha Milik Desa Adat Sanur (BUMDAS) yang terlibat. Namun demikian tanpa sepengetahuan pihak Bendesa Adat Sanur. Terkait hal tersebut pihaknya melalui pasamuan agung memutuskan untuk memberhentikan Ketua BUMDAS Sanur. “Kami memutuskan untuk memberhentikan ketua BUMDAS karena telah melanggar AD/ART kami. Terkait dana itu kami tidak ada menrima,” ujarnya didampingi Kerta Desa Sanur, yang juga Kepala BPD Sanur Kaja, I.B. Alit Sudewa.(asmara/balipost)