Suasana pelaksanaan sidang yang digelar DKPP. (BP/dok)
JAKARTA, BALIPOST.com – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono memastikan produk hukum yang dihasilkan lembaga etik pemilu ini legal. Penegasan disampaikan Harjono terkait perubahan terhadap Peraturan DKPP Nomor 1, 11, 13 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Beracara yang belum ditetapkan karena belum menyesuaikan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu yang baru diberlakukan.

“Peraturan DKPP yang sudah ada masih tetap berlaku sejauh belum dicabut. Saat ini pun sedang ada sidang di Jayapura dengan menggunakan Peraturan DKPP yang sudah ada,” kata Harjono di Kantor DKPP, Jakarta, Kamis (14/9).

Baca juga:  Terima Pendaftaran Gibran, DKPP Jatuhkan Sanksi Berat ke Hasyim Asy'ari dan 6 Anggota KPU

Mantan anggota Mahkamah Konstitusi (MK) ini menegaskan produk hukum DKPP seperti peraturan dan kode etik penyelenggara pemilu masih berlaku meskipun belum mengalami penyempurnaan dengan aturan baru dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

DKPP masih melakukan tugas sebagaimana mestinya, sesuai yang diamanatkan oleh UU, baik berupa surat keputusan bersama maupun peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012. Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Pedoman Beracara yang menjadi dasar hukum DKPP bersidang masih tetap berlaku selama belum dicabut. “Saat ini pun sedang ada sidang di Jayapura dengan menggunakan Peraturan DKPP yang sudah ada,” ujarnya.

Baca juga:  Dibanding Sejumlah Negara, Kasus Harian di Indonesia Masih Lebih Baik

Mengenai amanat UU No 7 Tahun 2017 yang menetapkan batas waktu tiga bulan untuk menetapkan Peraturan DKPP, Harjono mengakui saat dilantik, anggota DKPP periode 2017-2022 masih menggunakan undang-undang yang lama yakni UU Nomor 15 Tahun 2011. Sedangkan, UU Nomor 7 Tahun 2017 baru diundangkan pada 16 Agustus 2017. Sehingga dalam undang-undang yang baru ini dinilainya terdapat aspek retroaktif. “Kalau dalam bidang hukum, ada aspek retroaktif. Retroaktif itu boleh kalau ada sesuatu, tapi menjadi tidak boleh kalau itu membebankan,” jelas Harjono. (Hardianto/balipost)

Baca juga:  Selama 2022 BNN Ungkap 851 Kasus, Amankan Hampir 2 Ton Sabu-sabu
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *