AMLAPURA, BALIPOST.com – Arus pengungsian terus terjadi di Karangasem. Ini seiring terus meningkatnya intensitas gempa di sekitar lereng Gunung Agung, menyusul adanya pergerakan magma lima kilo meter di bawah permukaan kawah.
Setelah belasan ribu warga lereng Gunung Agung mengungsi, Kamis (22/9) kemarin, giliran warga di Desa Bhuana Giri diminta mengungsi, Jumat (22/9).
Pertemuan bahas tanggap darurat bencana Gunung Agung di Desa Bhuana Giri, sudah digelar Kamis (21/9) di Aula Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem. Pertemuan dipimpin Satgas Tanggap Darurat, I Komang Agus Sukasena. Kepala Badan Pemberdayaan dan Pemerintahan Desa Karangasem itu, juga melibatkan masyarakat Desa Bhuana Giri bersama Muspika Kecamatan Bebandem dan Perbekel Bhuana Giri. Satgas Tanggap Darurat lainnya yang hadir I Komang Daging yang juga Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Karangasem.
Isi pertemuan itu memberikan pemahaman kepada warga setempat, sebab Desa Bhuana Giri masuk wilayah KRB (Kawasan Rencana Gempa) III. Untuk status siaga terhadap aktivitas Gunung Agung ini, agar warga setempat segera mengungsi ke lokasi terdekat yang aman. Secara bertahap, Jumat (22/9), warga akan mulai mengungsi ke tempat terdekat.
Informasinya, warga Nyuh Tebel diungsikan ke pusat pengungsian di Lapangan Nyuh Tebel. Ada pula yang menyebut mengungsi ke Desa Tenganan. Sementara, informasi dari beberapa warga lainnya, ada warga Bhuana Giri yang sudah ngungsi mandiri ke tempat lain.
Bhuana Giri berada di sekitar tujuh kilometer dari kawah Gunung Agung. Jumlah penduduk desa ini mencapai 8.013 jiwa, terdiri dari 15 banjar dinas. Warga desa setempat selama ini enggan mengungsi, karena merasa belum merasakan adanya gempa gumi. Meski warga di lereng Gunung Agung lainnya sudah mengungsi lebih dulu sejak tiga hari terakhir.
Selain itu, juga terjadi informasi simpang siur. Warga setempat malah mendengar warga dari wilayah lain disuruh mengungsi ke Desa Bhuana Giri. “Warga dari Bukit Paon, Butus dan sekitarnya disuruh ngungsi ke tempat kami (wilayah Komala-perbatasan Bhuana Giri dan Budakeling. Sementara kami diminta mencari tempat pengungsian lain. Kan mending saya diam dulu di desa,” kata warga setempat Wayan Asta.
Meski demikian, melihat gelombang pengungsian yang terus bertambah, Kamis (21/9), ia mengaku mulai memilih opsi mengungsikan seluruh anggota keluarganya. Anak-anak yang masih sekolah juga sementara akan diangkut ke Kabupaten Badung.
Warga setempat lainnya, seperti Ngurah Subrata, mengaku kendala warga belum mau meninggalkan secara dini rumahnya untuk mengungsi, karena masih bingung meninggalkan ternaknya. Kendala lain warga masih memahami mengacu bencana letusan tahun 1963, bahwa status siaga versi pemerintah belumlah mengkhawtirkan bagi warga, karena mengaku sudah lebih tahu, tanda-tanda letusan Gunung Agung seperti apa.
Meski demikian, Subrata sependapat untuk menjaga keamanan, pemerintah segera ambil langkah evakuasi penduduk ke pengungsian dan menghimbau warga ikut memberikan pemahaman meluluhkan kepada keluraganya untuk segera ikut mengungsi. Hanya saja harapannya, ternak warga dicarikan solusi yang tepat agar tidak ada dijual murah.
Di sisi lain, pihak Desa Tenganan Pagringsingan juga sudah mempersiapkan diri menerima pengungsi. Pengurus desa setempat sudah menyiapkan tempat dan sarana lainnya yang dibutuhkan warga selama mengungsi. (Bagiarta/balipost)