AMLAPURA, BALIPOST.com – Naiknya level aktivitas vulkanik Gunung Agung dari siaga menjadi awas, menimbulkan kepanikan luar biasa di Karangasem, Jumat malam hingga Sabtu dini hari (23/9). Setelah warga ramai-ramai mengungsi, suasana Kabupaten Karangasem pun mencekam. Jalanan sepi, toko-toko tutup, aktivitas perkantoran maupun sekolah negeri dan swasta semuanya juga diliburkan. Itu terlihat di Kota Amlapura, yang membuat kesan Kota Amlapura mati suri di tengah hujan lebat.
Pusat Kota Amlapura, seperti di Jalan Sudirman, Untung Surapati, Ngurah Rai dan sekitarnya sudah sepi dari aktivitas warga pagi tadi. Hanya ada beberapa motor yang masih melintas untuk mengangkut berkas-berkas penting dan benda-benda berharga lainnya ke lokasi pengungsian dan rumah kerabat yang dirasa lebih aman. Sebab, mereka belum sempat mengamankannya, malam kemarin, karena harus mengevakuasi anggota keluarga.
Aktivitas itu masih terlihat di sekitar SMPN 2 Amlapura. Kepala sekolah setempat, I Wayan Gede Suastika, S.Pd., M.Si., dihubungi, Sabtu (23/9) pagi tadi, mengatakan dia belum sempat mengamankan itu dari sekolahnya, Jumat (22/9) malam. Sebab, setelah menjadi status awas, dia lebih dulu mengevakuasi anggota keluarganya ke Denpasar dan Klungkung dalam situasi panik. Tumben perjalanan ke Denpasar memakan waktu hingga delapan jam, karena macet total. “Dari malam evakuasi keluarga ke Denpasar, jalanan macet total. Bayangkan jam sembilan malam mengungsikan keluarga, jam lima pagi baru sampai,” kata Suastika.
Setelah balik dari Denpasar dia bergegas ke sekolah bersama enam guru dan karyawan untuk mengamankan berkas-berkas penting sekolah. Demikian juga ke peralatan penting seperti komputer yang menyimpan data sekolah dan benda-benda berharga lainnya. “Semuanya harus saya amankan hari ini. Sekolah kami masuk zona merah. Dulu disini jadi aliran lahar,” kata Suastika.
Suastika yang juga Ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMP Karangasem ini juga menginstruksikan seluruh kepala sekolah untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sebab, anak-anak harus diungsikan lebih dulu, agar tidak menjadi korban bila terjadi letusan Gunung Agung.
Disisi lain, suasana di beberapa titik lokasi pengungsian, warga semakin cemas dan bingung. Hujan lebat semakin memperburuk suasana, khususnya para pengungsi yang berada di tenda-tenda pengungsian. Setelah terjadi pengungsian lagi pasca jadi status level awas, beberapa titik pengungsian kembali bertambah, seperti di Desa Bungaya di gedung SMPN 4 Bebandem, menerima pengungsi dari Desa Bebandem dan di wilayah Tauman, Kecamatan Manggis. Ada juga yang mengungsi mandiri ke rumah keluarga di sekitar Bukit Catu, Kecamatan Manggis. “Kita semua disini semakin bingung. Nampaknya situasi semakin memburuk,” kata salah satu warga di pengungsian Desa Bungaya, Wayan Netra.
Warga semakin cemas, karena termakan hoax yang menyebut sudah terjadi letusan Gunung Agung. Padahal, tanda-tanda ke arah itu belum ada, meski sudah naik ke level awas. Warga diminta tetal tenang dan mengikuti arahan Satgas Penanggulangan Bencana. (bagiarta/balipost)