AMLAPURA, BALIPOST.com – Kehidupan warga di tempat pengungsian benar-benar memprihatinkan. Orangtua, ibu hamil hingga anak-anak harus bisa bertahan hidup di tempat pengungsian, di tengah ruang terbuka dan makanan seadanya. Situasi paling mengkhawatirkan adalah nasib anak-anak. Bahkan, ada bayi baru lahir kini umur delapan hari, terpaksa harus diajak di tempat pengungsian.

Seperti yang terlihat di tempat pengungsian di Desa Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis, bayi umur delapan hari itu adalah Kadek Devandra Saputra. Anak kedua dari pasangan suami istri Kadek Susi dan Wayan Sudita ini, harus ikut merasakan hidup di tempat pengungsian, karena rumah orangtuanya di Banjar Dinas Tanah Aron, Desa Bhuana Giri, masuk dalam daerah KRB (Kawasan Rawan Bencana) III. Dia terpaksa diajak ke tempat mengungsi, karena daerah di radius ini harus dikosongkan sejak status Gunung Agung masih level siaga. “Dua hari setelah lahir (16 September), kami diminta mengungsi. Setelah mengungsi, kami dilarang balik lagi, karena desa kami sudah tidak aman,” kata sang ayah, Wayan Sudita.

Baca juga:  Idul Fitri Bawa Pesan Kembali pada Kesucian

Selama di pengungsian, Devandra mengalami cobaan yang berat. Dia tidak bisa tidur tenang, karena gerah berada di tengah ratusan pengungsi lainnya. Dia terus menangis seharian, karena tidak nyaman. Untuk mencegah adanya gangguan kesehatan pada Devandra, dia lantas diarahkan menginap di rumah warga. Tidak hanya Devandra, keluarga yang memiliki anak-anak dan orangtua serta gangguan kesehatan khusus, juga diarahkan menginap ke rumah warga. “Sekarang kulitnya muncul bintik-bintik merah, banyak sekali. Dia nangis semalaman. Untung sekarang ada pengobatan gratis, jadi harus segera diperiksakan,” kata sang Ibu, Kadek Susi, saat ditemui di lokasi pusat pemeriksaan kesehatan yang diselenggarakan Kelompok Media Bali Post (KMB) bekerja sama dengan RSU Prima Medika di Desa Tenganan Pagringsingan, Minggu (24/9) siang tadi.

Baca juga:  Dibuka Siang Ini, Bali Mandara Nawanatya Hadirkan Pawai Kostum "Recycle"

Dia bersyukur ada pengobatan gratis seperti ini, sehingga ada tempat untuk memeriksakan kesehatan keluarga dan anak-anaknya. Sebab, dalam situasi di pengungsian seperti ini, sangat sulit untuk pergi lagi ke rumah sakit.

Dia juga bersyukur, Desa Adat Tenganan Pagringsingan, sangat memperhatikan para pengungsi. Mulai dari kebutuhan MCK, makanan hingga tempat pengungsian, dengan memberikan prioritas pada ibu hamil, orangtua dan balita. Klian Desa Tenganan Pagringsingan Ketut Sudiastika, mengatakan sejak menerima pengungsi, pihaknya sudah membentuk tim khusus yang menangani masalah logistik dan kesehatan pengungsi. Sejauh ini, semua pelayanan berjalan baik. Sumbangan logistik dari berbagai pihak swasta juga terus berdatangan. Sehingga, urusan logistik tidak perlu dikhawatirkan.

Baca juga:  Kunjungan Wisatawan Cina Diklaim Anjlok 100 Persen

Perbekel Tenganan Pagringsingan, Putu Yudiana, mengatakan total jumlah pengungsi yang ada di Desa Tenganan Pagringsingan, saat ini mencapai sekitar 411 orang. Mereka ditempatkan di Wantilan Tenganan Pagringsingan hingga rumah-rumah warga di Tenganan Dauh Tukad. Ribuan pengungsi lainnya di lokasi pos pengungsian sementara, masih tersebar di wilayah Tauman, Nyuh Tebel hingga Sengkidu. Mayoritas mereka adalah pengungsi dari Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem. (bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *