DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah ditahan dalam kasus tahura, kini penyidik Subdit I (Keamanan Negara) Direktorat Reskrimum Polda Bali memeriksa Bendesa Adat Tanjung Benoa, Kuta Selatan, dalam kasus pungli perusahaan water sport di Desa Tanjung Benoa, Kuta Selatan dengan tersangka berinisial KR.
Bendesa Adat Tanjung Benoa, Made Wijaya alias Yonda diperiksa sebagai saksi, setelah ada 74 saksi memberikan keterangan. “Hari ini, Bendesa Adat Tanjung Benoa diperiksa sebagai saksi. Kasus ini akan terus kami dalami,” tegas Direktur Reskrimum Kombes Pol. Sang Made Mahendrajaya, Selasa (26/9).
Walau ada pararemnya, lanjut Mahendrajaya, pungli tersebut bertentangan dengan hukum positif dan hasil penggalian dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Yonda. Saksi yang diperiksa itu terdiri dari pengelola wisata bahari, karyawan Gali Potensi Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa Adat Tanjung Benoa, klian banjar dan prajuru adat Tanjung Benoa.
Terkait kasus itu, barang bukti yang diamankan uang Rp 775 ribu, form daily report (laporan harian pungutan gali potensi desa) dan kwitansi tanda terima pembayaran, laporan bulanan Gali Potensi Desa dari April 2015 hingga Juli 2017, surat pernyataan pengusaha wisata bahari bersedia membayar uang sesuai dengan Pararem Tanjung Benoa, Pararem tanggal 25 April 2015 dan surat edaran berisi tentang pengusaha bahari wajib membayar, dan dikenakan sangsi apabila tidak membayar dan besarnya uang pungutan serta kwitansi-kwitansi pengeluaran uang hasil Gali Potensi Desa.
“Tanggal 20 Desember 2014, baru disosialisasikan surat pemberitahuan kepada para pengusaha atau pengelola wisata bahari Tanjung Benoa. Substansinya agar pengusaha wisata bahari membayar kepada desa adat uang Rp 10 ribu per kepala atau per aktivitas. Permintaan uang tersebut dilakukan dengan tidak ada sosialisasi terlebih dulu,” tegasnya.
Selanjutnya 25 April 2015 baru disyahkan pararem berdasarkan paruman 4 banjar dan disepakati setiap perusahaan wajib membantu Desa Tanjung Benoa dalam memfasilitasi penitipan harga di atas nett price yang diatur berdasarkan kesepakatan intenal perusahaan dalam wadah DPC Gahawisri, ditindaklanjuti dengan surat edaran berisi besarnya nilai pungut adalah Rp 10 ribu per kepala atau per aktivitas.
Di Tanjung Benoa ada 24 perusahaan water sport, tiga perusahaan penangkaran penyu di Tahura dan kapal Quiksilver yang dipungut biaya tersebut. “Sedangkan penumpang kapal Quiksilver dipungut Rp 5 ribu per bulan dan diambil tiap bulan. Uang hasil pungutan itu sekitar Rp 200 juta tiap bulan. Uang tersebut digunakan bayar fee pengacara untuk biaya operasional perkaranya di Polda Bali sekitar Rp 1 miliar lebih,” ungkapnya.
Seperti diberitakan, tim Subdit I (Keamanan Negara) Direktorat Reskrimum Polda Bali dipimpin Kasubdit I AKBP Tri Kuncoro mengamankan seorang wanita berinisial KR di salah satu perusahaan water sport di Desa Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung, Rabu (2/8) lalu. KR diduga mengambil uang hasil pungli terhadap wisatawan yang datang ke sana.(kerta negara/balipost)