DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah kematian bayi dalam janin di pengungsian, kini seorang pengungsi berusia 69 tahun bernama Ni Nengah Ribek dinyatakan meninggal dunia oleh tim medis IGD RSUP Sanglah, Rabu (27/9). Ribek dilarikan ke RSUP Sanglah pukul 17.58 wita menggunakan angkot, dan diperkirakan meninggal dalam perjalanan.

Menurut penuturan cucu korban, I Wayan Sudiarsa, setelah mendengar kabar Gunung Agung ditetapkan dengan status Awas, penduduk di sekitar Gunung Agung diimbau untuk mengungsi, begitu juga keluarga Nengah Ribek. Keluarga mengaku Ribek sempat kaget saat akan diungsikan oleh keluarganya.

Baca juga:  Mitra Resmi Kemenkes, Halodoc dan Gojek Hadirkan Pos Vaksinasi COVID-19 "Drive-Thru"

“Kar kije ne? Kar kije ne? (mau kemana ini?, red),” kata I Wayan Sudiarsa, cucu Ribek mengikuti ucapan neneknya dulu.

Neneknya tidak tahu keadaan bahwa status Gunung Agung Naik ke level Awas. Warga asal Desa Temega, Karangasem itu pun akhirnya diajak keluarga untuk mengungsi ke Banjar Kancil, Kerobokan, Badung.

Sejak mengungsi, kondisi Ni Nengah Ribek menurun. Pada awalnya ia tidak mau mengungsi, namun karena keluarganya mengajak mengungsi, Ribek pun mengikuti.

Baca juga:  Pacu Pertumbuhan Kredit, BPD Gandeng BPR

Sudiarsa menuturkan, saat di pengungsian pun nafsu makan Ribek menurun. “Makan mau, tapi sedikit-sedikit. Sering lemas,” tuturnya.

Katanya, mungkin neneknya mengalami trauma Gunung Agung meletus tahun 1963 dulu. Karena saat masih di rumahnya, belum mengungsi, neneknya dalam keadaan baik. Namun saat mengungsi, neneknya tidak sesehat dulu. “Kalau dulu nenek tidak mengungsi. Makanya selama di pengungsian dia bilang ingin pulang terus ke rumah,” katanya. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Di Karangasem, Puluhan SMP Belum Siap Gelar UNBK
BAGIKAN