JAKARTA – Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata III yang digelar Kementerian Pariwisata di Hotel Bidakara, Jakarta 26-27 September telah menetapkan akan menggeber 100 event yang kelas dunia dalam Calendar of Events (CoE). Masing-masing daerah akan mengajukan tiga event untuk dikurasi menjadi event internasional. Seperti apa persyaratannya?
Menteri Pariwisata Arief Yahya mensyaratkan top-3 important message, yaitu gunakan standar event internasional, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), agar persiapan harus benar-benar matang dilakukan dari jauh-jauh hari.
“Tetapkan kurator event, management dan promosi terukur, sehingga penetapan CoE yang tepat waktu itu menjadi hal yang wajib,” kata Menpar Arief Yahya, Rabu (27/9).
Kedua, terang Menpar Arief Yahya, event harus sustainable, dengan menerapkan pengelolaan pre-event, on event, dan post event karena berkaitan dengan dukungan para sponsor agar profitable dan benefitable bagi sponsor nantinya.
“Sehingga penyelenggaraan event benar-benar berkualitas. Tidak asal-asalan sehingga tidak memberikan efek apapun pada ekonomi masyarakat,” kata Menpar Arief Yahya.
Kemudian ketiga, lanjut Menpar Arief Yahya, yang terpenting adalah CEO Commitment di daerah. Bila sudah menetapkan pariwisata sebagai core economy daerah, maka keseriusan kepala daerah dalam mendukung sangat dituntut.
“Seringkali penyelenggaraan event di daerah bisa berubah, karena Gubernurnya, Walikota atau Bupatinya kebetulan akan berhalangan pada hari-H. Ini salah satu kelemahan yang tidak boleh lagi dilakukan,” ungkap Menpar Arief Yahya. Premiere Event CoE 2018 nanti merupakan 100 Event daerah yang telah melalui seleksi oleh tim kurator yang terdiri dari Taufik Rahzen (Praktisi di bidang Budaya), Don Kardono (Praktisi di bidang Komunikasi dan Media), dan Dynand Fariz (Praktisi di bidang Festival dan Carnaval).
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti menjelaskan, dalam menentukan kriteria pemilihan event besar, harus yang sudah dikenal secara umum dan melampaui daerahnya. Selain itu, sudah diselenggaralan secara kontinyu (3-4 tahun berturut-turut), dan memiliki sebaran daerah (proporsional).
“Contohnya beberapa festival yang diselenggarakan secara independen oleh masyarakat seperti Festival 5 Gunung, Bakar Tongkang, Art Jog, Ubud Writer. Inj sudah menjadi tradisi yang dimiliki bersama, berhubungan dengan Pariwisata (usaha dan dampak terhadap kunjungan wisatawan), serta telah dilakukan kurasi oleh Tim Kurator Kemenpar,” papar Esthy.
Sementara, Promising Event merupakan Top 3 Event prioritas yang diusulkan oleh Gurbernur dari tiap Provinsi di Indonesia. Event harus sudah memiliki segmentasi, target, maupun pasar yang jelas, serta sudah memiliki produk atau atraksi.
“Sedangkan C-Event merupakan event yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan menjadi event prioritas di tiap Provinsi. C-Event merupakan event diluar premiere events dan promising events dan sama juga, harus sudah memiliki segmentasi, target, maupun pasar yang jelas serta sudah memiliki produk atraksi,” jelas Esthy.
Indikator pemilihan event, Esthy menjelaskan, harus memiliki ketersediaan informasi online diukur dengan keberadaan website, update konten, dan desain website. Kemudian konsistensi pelaksanaan, diukur dengan jumlah penyelenggaraan, merupakan jumlah total penyelenggaraan event yang sama sejak tahun pertama dilaksanakan hingga saat ini.
Lalu bagaimana dengan jumlah peserta dari luar negeri? Jumlah total peserta dari dalam negeri? Jumlah total pengunjung atau orang yang datang dan menyaksikan event dari luar negeri dan dalam negeri?
“Ini harus diperhatikan dalam dari penyelenggaraan tahun sebelumnya. Event juga harus memiliki pengaruh langsung kepada sosial ekonomi masyarakat dan dapat meningkatkan media value terhadap image daerah,” pungkas Esthy.(*)