YOGYA, BALIPOST.com – Pegiat lingkungan Komunitas Pelestari Kali Kuning, Yogyakarta tak ingin kondisi sungai Kali Kuning terus memburuk, rusak oleh penambangan liar maupun tumpukan sampah. Komunitas ini pun menggelar acara Merti Kali, Kamis (28/9).
Dengan tema “Memuliakan Air, Merajut Budaya” kegiatan yang didukung oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman ini diformat secara teatrikal. Acara pun menjadi tontonan wisatawan. “Bagus, kalau semua daerah yang punya sungai melakukan kegiatan seperti ini, keren banget Indonesia,” aku Menpar Arief Yahya di Bangkok, Thailand.
Saat bertemu dengan Diaspora di KBRI Bangkok, ide mengoptimalkan natural resources seperti sungai ini juga sempat dilontarkan. “Alam kita jauh lebih hebat dari Thailand. Sungai, air terjun, sawah, gunung, hutan, pantai, bawah laut, pulau, kita lebih hebat,” jelas Arief Yahya menirukan para dispora di Bangkok.
Tetapi, pengelolaan destinasi, keseriusan daerah, penataan, kebersihan dan keamanan masih menjadi isu yang belum unggul dari Thailand. “Kalau kebersihan dan pelestarian lingkungan itu bisa dilakukan dengan baik oleh Pentahelix, (ABCGM – Academician, Business, Community, Government, Media), pasti satu pilar yang dikalibrasi TTCI WEF kita naik,” lanjut Arief Yahya.
TTCI yang dimaksud adalah Travel and Tourism Competitiveness Index yang dikeluarkan dua tahunan oleh World Economic Forum. Posisi environment sustainability Indonesia masih jauh di bawah. “Apa yang dilakukan Komunitas Pelestari Kali Kuning, Yogyakarta ini sangat bagus!” jelas Arief.
Lokasi kegiatan ini dikenal sebagai tempat wisata edukasi dan alam berbasis sungai. Ada meja-meja yang diletakkan di pinggir kali sebagai tempat ngopi. Mereka menjadi sungai dan air sebagai kekayaan yang harus dijaga agar lestari.
Guna mengingatkan masyarakat akan pentingnya sumber air itulah, dalam Merti Kali ini ditampilkan seorang Resi. Sang Resi sebagai representasi orang tua yang bijak. Dia mengajak para pejabat dan masyarakat juga generasi muda untuk melihat kondisi lingkungan kita, khususnya air.
“Air saat ini tidak hanya masalah personal atau masalah lokal. Seperti kekurangan air di musim kemarau di sebagian tempat. Tapi air, kini menjadi masalah dunia, masalah global. Hampir seluruh kehidupan butuh dan tergantung dengan ketersediaan air. Lewat gelar budaya Merti Kali ini kami mengingatkan hal itu,” jelas AG.Irawan, ketua pelaksana Merti Kali.
Melalui kidung “Mantram Tirta Nirmala” yang ditembangkan, sang Resi tak hanya bicara, tapi terjun langsung dan mengajak semua elemen masyarakat kembali merawat dan meruwat mata air.
Acara yang digelar di Bantaran Kali Kuning, RT.01, RW.36, Dusun Sempu, Wedomartani, Ngemplak, Sleman itu dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman, sejumlah pejabat setempat, pegiat sungai se-DIY dan warga sekitar.
Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah itu berlangsung prosesi budaya teatrikal dan tarian bedaya. Tarian menggambarkan pengambilan air di salah satu mata air di Kali Kuning oleh sekitar 10-an penari.
Air yg telah diambil dimasukkan dalam kendi, diarak dan dibawa ke atas dengan diikuti sejumlah perwakitan peserta.
Air kemudian diserahkan kepada Kepala DLH Sleman untuk dipakai menyiram bibit pohon yang baru saja ditanam.
Setelah prosesi, berlanjut dengan orasi budaya dari perwakilan komunitas pegiat sungai dan Kepala Desa Wedomartani. Mereka menyuarakan keprihatinan akan hillangnya sejumlah mata air dan semangat masyarakst untuk merawat lingkungan.
“Pesan dari prosesi tersebut, bahwa keberadaan mata air menyatu dengan sungai. Aliran air dari mata air tersebut yang harus terus dijaga agar mampu mengairi tanaman serta memberi penghidupan pada makhluk hidup lain. Jika aliran air sebuah sungai terhenti, sejatinya peradaban manusia dan makhluk lain juga terhenti,” terang Wirawan.
Wirawan menegaskan, kita, manusia yang memiliki beragam keunggulan dibanding makhluk lain punya peran kuat menjaga agar mata air, juga aliran air di sungai tetap lestari. Dia pun berharap, setiap elemen masyarakat, baik personal atau kelompok terus menjaga dan merawat mata air. Karena dari sumber-sumber air inilah kehidupan dimulai. (kmb/balipost)