Jokowi
Presiden Jokowi saat bertemu pengungsi dan menyerahkan buku bacaan kepada anak-anak di lokasi pengungsian Lapangan Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem. (BP/dok)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Daftar 27 desa terdampak yang disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, masih bermasalah. Beberapa desa yang secara kasat mata terlihat terdampak, Sabtu (30/9) siang, meminta daftar desa ini segera direvisi, agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

Ada lima perbekel yang meminta daftar 27 desa itu direvisi sehingga desanya juga masuk sebagai daerah terdampak erupsi Gunung Agung. Jika usulan kelima pimpinan di desa ini disetujui, maka data jumlah desa terdampak erupsi Gunung Agung akan bertambah menjadi 32 desa. 

Lima desa itu adalah Desa Selat, Desa Duda, Desa Duda Timur, Desa Sibetan dan Desa Bungaya Kangin. Lima pimpinan desa ini menyampaikan hal itu, saat rapat koordinasi di Pos Komando Siaga Darurat Erupsi Gunung Agung di Gedung Pelabuhan Tanah Ampo, Kecamatan Manggis. Rapat dipimpin Komandan Satgas Siaga Darurat Bencana Erupsi Gunung Agung, Letkol Inf. Fierman Sjafirial Agustus, bersama Wakil Bupati I Wayan Artha Dipa dan para perbekel di Karangasem.

Wakil Bupati Artha Dipa, dihubungi usai rapat tersebut, menyampaikan lima pimpinan di desa itu meminta daerahnya dimasukkan dalam daftar tersebut, karena para perbekel ini melihat ada beberapa wilayah banjar dinas yang terdampak. Para perbekel khawatir, kalau desa mereka secara kasat mata jelas terdampak, tetapi dalam keputusan pemerintah daerah, tidak masuk dalam daftar desa terdampak.

Baca juga:  Setahun, Desa Adat Dianggarkan Dana Rp 300 Juta

Ini akan membuat warga di desa jadi bingung, apakah tetap mengungsi atau balik ke desa. Usulan tersebut, disikapi serius Satgas Siaga Darurat Bencana dengan meminta pimpinan desa-desa ini membuat usulan secara tertulis. “Nantinya, usulan ini kami sampaikan ke Gubernur Bali. Kalau memang demikian adanya, nanti akan segera diputuskan setelah berkoordinasi dengan BNPB,” kata Artha Dipa.

Jika usulan ini disetujui, maka desa-desa terdampak akan bertambah menjadi 32 desa. Lima desa ini, akan melengkapi daftar desa terdampak sebelumnya, antara lain di Kecamatan Kubu, Desa Tulamben, Kubu, Dukuh, Baturinggit, Sukadana, Ban dan Tianyar (kecuali desa Tianyar  Tengah dan Barat). Kecamatan Abang, antara lain Desa Pidpid bagian atas, Desa Nawa Kerti, Kesimpar bagian atas (perbatasan dengan Wates Datah), Desa Datah bagian atas (Kedampal, Karangsari, Wates) dan Desa Ababi bagian atas (Umanyar, Besang dan sekitarnya).

Sementara di Kecamatan Bebandem Desa Bhuana Giri, Budakeling (dekat sungai Embah Api), Desa Bebandem bagian atas (Tihing Sekaa, Tihingan) dan Desa Jungutan. Kecamatan Selat, antara lain Desa Duda Utara, Amertha Buana, Sebudi, Peringsari bagian atas (Lusuh, Padangaji), Muncan bagian atas (Pejeng dan sekitarnya). Kecamatan Rendang, di antaranya Desa Besakih, Menanga bagian atas (Batusesa, Tegenan dan sekitarnya), Desa Pempatan bagian atas ( Pemuteran, Gunung Lebah, Keladian dan Puragae). Terakhir, Kecamatan Karangasem, antara lain, di wilayah Kelurahan Padangkerta (kecuali Desa Adat Peladung dan Temega), Kelurahan Subagan (kecuali Desa Adat Jasri), dan Kelurahan Karangasem yang dekat dengan Tukad Janga.

Baca juga:  Kembangkan Pariwisata Kerakyatan, Badung Bina Pokdarwis

Di pihak lain, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Sabtu (30/9) malam, mengakui masih ada perbedaan jumlah desa dan nama desa di daerah berbahaya. Untuk mencegah persoalan daftar desa terdampak menimbulkan persoalan lain, Sutopo menyatakan BNPB segera membicarakan ini lebih lanjut dengan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika.

Perbekel Duda Timur, I Gede Pawana, dihubungi terpisah, Sabtu (30/9) malam, mengatakan yang dia sampaikan saat rapat itu, bukan mengusulkan wilayahnya agar masuk daftar desa terdampak. Tetapi, lebih tepat memohon kejelasan.

Sebab, dalam peta yang dirilis BNPB, Banjar Dinas Wates Kaja dan Pesangkan masuk lingkaran hitam atau zona awas. Wilayah Wates Kaja ini bersebelahan dengan Desa Duda Utara, yang sudah lebih dulu masuk daftar desa terdampak.

Baca juga:  Kerajinan Tulang Tampaksiring Bangkit Lagi, Kini Rambah Pemasaran Online

Sedangkan, realita di lapangan batas 12 km yang dipasang sekarang itu ada di wilayah Banjar Dinas Wates Tengah. “Mana yang benar ini, siapa yang masang spanduk ini? kalau memang Duda Timur, masuk KRB agar dipertegas. Kalau tidak kami siap kembali desa dan menampung para pengungsi,” tegasnya.

Kalau memang desanya masuk sebagai bebas dari KRB, Pawana meminta surat resmi dari pemerintah daerah bahwa desanya bebas dari KRB. Atas permintaan itu, pihaknya belum mendapat jawaban. Sebab, ini akan dibahas kembali bersama Gubernur Bali, Minggu (1/10) pagi ini di Pos Komando Tanah Ampo.

Pawana meminta kejelasan ini, agar tidak menjadi korban hoax. Informasi resmi dari pemerintah daerah tentu dapat dipertanggungjawabkan.

Sebab, dulu Desa Duda Timur sempat dinyatakan masuk KRB I. Sehingga ketika ada perintah mengosongkan wilayah KRB sejak naik jadi level awas, dia mengikuti arahan itu setelah berkoordinasi dengan Camat Selat. Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *