DENPASAR, BALIPOST.com – Banyaknya bantuan mie instan yang diberikan kepada pengungsi dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah baru bagi warga pengungsi. Namun ternyata, hingga saat ini belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan mie instan berbahaya.
Hanya saja perlu diseimbangkan dengan bahan makanan lain. Demikian disampaikan Dokter Spesialis Gizi Klinik RSUP Sanglah, dr. Syuma Adhy Awan, M. Kes., Sp.GK., belum lama ini.
Dilihat dari kandungan nutrisi, mi instan mengandung karbohidrat pada mie, minyak, MSG dan natrium pada bumbunya. “Kalau ada rasa asinnya pasti ada kandungan natriumnya,” ujarnya.
Karbohidrat merupakan sumber pembentuk energi. Berbicara makanan dengan nutrisi yang bagus, harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral dan air.
Sementara mie instan ada kandungan karbohidrat. Selain itu dalam pembuatan mie pasti menggunakan telur sehingga telah ada kandungan protein. Juga ada minyak sehingga mengandung lemak. “Cuma mie instan itu komposisinya tidak sesuai dengan gizi yang seimbang. Bayangkan pada satu mie dengan 325-425 kalori, itu sama dengan kita makan satu piring. Terutama yang paling tinggi kandungannya adalah karbohidrat dan natrium,” bebernya.
Penggunaan natrium biasanya adalah 2.000mg-2.500mg. Sedangkan kandungan natrium pada mie instan sekitar 1.000mg. Sehingga sekali makan mi instan sudah setengan dari penggunaan biasa. Apalagi jika makan mi instan lebih dari satu kali.
Karena kandungan gizi mie instan tidak seimbang, maka perlu disiasati. Bisa dengan cara menambahkan sayur, daging ayam atau bahan makanan lainnya, agar komposisi gizi bagus.
Konsumsi mie dalam jangka panjang masih menuai pro kontra. Ada yang mengatakan konsumsi mie dalam jangka panjang membuat kanker lambung. Namun kanker lambung sejatinya disebabkan banyak faktor. “Kita juga tidak berani menyatakan mengonsumsi mie dalam jangka panjang dapat menyebabkan suatu penyakit, karena belum ada bukti yang konklusif,” ungkapnya.
Sehingga boleh saja makan mie instan, hanya saja tidak dijadikan menu sehari-hari. Karena makanan yang fresh lebih baik. Selain itu jenis makanan yang beragam juga sangat dianjurkan.
Proses pemanasan mie kering juga menyebabkan kandungan airnya hanya 3-5 persen. Sehingga pori-porinya kecil yang menyebabkan mie tampak mengkilat. “Itu salah satu isu yang viral, mengatakan bahwa mie menggunakan zat lilin, padahal tidak,” tandasnya.
Salah satu budaya orang Indonesia adalah makan karbohidrat, salah satunya bersumber dari mie. “Tapi bukan itu yang utama, bukan itu saja sumbernya. Silahkan mau makan jagung, kentang, mie, harus beragam dan nutrisinya seimbang,” sebutnya.
Mengingat mie instan memiliki expire date, berarti mie mengandung pengawet. Namun meski demikian, ada batas maksimal dosis zat yang boleh digunakan. Hal itu telah diatur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pada prinsipnya, apabila BPOM sudah mengeluarkan no registrasi BPOM, berarti produk tersebut telah sesuai dengan standar keamanan pangan Indonesia.
Kandungan natrium dalam mie juga telah tertera pada kemasan. Bahkan kandungan natrium pada MSG lebih banyak dibandingkan dengan garam. Sehingga penggunaan MSG lebih sedikit dibandingkan penggunaan garam dapur.
Per satu gram garam dapur, kandungan natriumnya hanya sekitar 40 persen, sedangkan MSG sampai 60 persen. Jangka panjang penggunaan MSG juga pasti ada. Hanya saja sudah ditakar sesuai dengan standar keamanan pangan. (Citta Maya/balipost)