NEGARA, BALIPOST.com – Lantaran lama mengalami paceklik ikan, membuat sejumlah nelayan pasrah. Bahkan beberapa diantara mereka terpaksa menjual perahu-perahu mereka untuk didaur ulang. Perahu-perahu Selerek (Purse Seine) yang membutuhkan banyak kayu, dijual secara murah lantaran jarang dioperasikan dan kondisinya sudah rusak.
Sejumlah nelayan, Senin (2/10), mengungkapkan beberapa pemilik perahu yang lama tak beroperasi mereka terpaksa menjual perahu. Perahu yang sudah tidak bisa diservis dan terbengkalai mereka jual ke pengepul kayu.
Oleh pembeli, perahu itu dibongar hanya untuk diambil kayu-kayu bahan perahu. Harganya jauh turun dibandingkan mereka membeli dan merakit perahu baru.
Muhamad Toha (51) mengungkapkan untuk perahu yang masih bisa digunakan untuk berlayar biasanya hanya diservis selama tak mencari ikan. Sedangkan yang sudah rusak, terpaksa dijual dengan murah. Untuk satu unit perahu selerek, Toha yang pengepul kayu ini membeli sekitar Rp 20 – 25 juta.
Tergantung kondisinya dan biasanya sudah berumur puluhan tahun. Kayu-kayu besi yang diambil untuk dijual kembali baik untuk tiang pancang rumah maupun mebeler.
Selama setahun ini, Toha mengaku sudah membeli kurang lebih 25 unit perahu. Ia juga mengaku tidak hanya membeli di wilayah Pengambengan saja, tetapi hingga ke wilayah Kedonganan, Badung. Untuk satu truk kayu besi, ia bisa menjual hingga Rp 25 juta.
Nelayan memilih menjual dibandingkan melakukan servis karena terbentur biaya. “Kalau servis, bisa mencapai Rp 200 juta, kalau buat baru sekitar Rp 500 juta,” terang Toha.
Kasi Tata Kelola dan Pelayanan Usaha PPN Pengambengan, Bagus Sudananjaya mengatakan masa paceklik ikan ini belum berlalu. Tahun ini tangkapan ikan jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Pada Januari 2017 ada 3, 86 ton ikan dan terbanyak pada September lalu tercatat 962 ton ikan berbagai jenis. (Surya Dharma/balipost)