AMLAPURA, BALIPOST.com – Puluhan krama, Rabu (4/10), mengikuti prosesi upacara nedunang Ida Bhatara dan mapepada serangkaian Pujawali Purnama Kapat di Pura Penataran Agung Besakih, Rendang, Karangasem, Kamis (5/10). Upacara dilaksanakan internal yang hanya melibatkan Prajuru Adat Desa Besakih.

Sebelum mapepada dilakukan, lebih awal dilaksanakan upacara nedunang Ida Bhatara. Setelah prosesi upacara itu selesai, baru dilanjutkan dengan mapepada wewalungan memakai satu ekor kerbau, satu penyu dan dua kambing berwarna hitam. Dan setelah mapepada selesai, dilanjutkan dengan ngaturang persembahyangan bersama.

Baca juga:  Menko Maritim akan Tinjau Warga Pengungsi Gunung Agung

Pemangku Pura Penataran Agung Besakih, I Gusti Mangku Jana didampingi Jro Mangku Nyoman Artawan, Rabu (4/10) mengatakan upacara nedunang Ida Bhatara dan mapepade ini dilaksanakan rutin setiap tahunnya pada Purnama Sasih Kapat. Upacara ini juga merupakan rangkaian dari Upacara Catur Loka Pala yakni karya pengenteg jagat, karya pengurip gumi, upacara di padma tiga, upacara penaung bayu, dan payabrahma.

“Upacara tetap dilaksanakan karana upacara ini bersifat rutin. Ini juga dirangkaikan dengan situasi Gunung Agung yang sekarang ini. Meski pelaksanaannya cukup sederhana, akan tetapi tidak mengurangi makna upacara itu sendiri. Dan puncaknya pada Purnama Kapat besok,” ungkap Mangku Jana.

Baca juga:  Aktivitas Gunung Agung Meningkat, Wahana Wisata Pasar Agung Tetap Ramai

Mangku Jana menambahkan, saat pelaksanaan mapepada yang dilakukan pertama adalah nyupat wewalungan yang akan sebagai sarana upakara dan sekaligus untuk menyucikan wewalungan-wewalungan yang dipakai sebagai sarana upacara. Dengan tujuan dikemudian hari pada penitisan yang akan datang, hewan-hewan yang dipakai upacara ini dapat meningkatkan derajat kelahirannya.

Dia menjelaskan, pihaknya juga menghimbau kepada seluruh umat Hindu di Bali supaya ikut ngastiti bhakti kepada Ida Hyang Widhi Wasa melalui merajan, khayangan tiga, sanggah masing-masing untuk memohon keselamatan agar Gunung Agung tidak erupsi.

Baca juga:  Pengungsi di Gor Swecapura Capai 20.135 Jiwa

Lebih lanjut dikatakannya, pada puncak pujawali akan dilaksanakan pementasan tari wali, wayang dan topeng. Karena itu merupakan runtutan dari upacara yang harus tetap dilaksanakan. “Setelah itu baru akan dilanjutkan dengan persembahyangan bersama,” jelas Mangku Jana.

Ia menyatakan untuk pura paibon (pura keluarga) tepat melaksanakan upacara ngaturang pakeling memakai banten pejati. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *